Ibadah, Kunci Bahagia Dunia dan Akhirat

Bookmark and Share


“Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan.” (QS. Al Fatihah : 5), itulah firman Allah yang membuat hati saya tertegun. Ayat tersebut menjelaskan bahwa  ibadah merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan Allah lewat pengontrolan diri dan rasa tunduk kepada-Nya sehingga kita tetap ingat akan kedudukan diri kita sebagai hamba yang akan kembali kepada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dengan disyari’atkannya ibadah ini, seorang muslim diharapkan menjadi manusia yang mulia akhlaknya dan lurus perilakunya sebagai cerminan ketakwaannya.

Tugas dan tanggung jawab manusia sebenarnya telah nyata dan sangat jelas sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an, yaitu tugas melaksanakan ibadah, mengabdikan diri kepada Allah, dan tugas sebagai khalifah-Nya dalam makna mengurus bumi ini mengikuti ketetapan-Nya. Dan tertuang dalam firman Allah “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada-Ku (QS. Az-Zariyat:56).

Kata ibadah mengandung dua makna (ketaatan dan rasa tunduk) yang kemudian mengkristal menjadi satu makna, yaitu puncak kepatuhan yang disertai dengan kecintaan yang menyeluruh. Kecintaan tanpa kepatuhan atau kepatuhan tanpa kecintaan tidak mencerminkan makna ibadah secara hakiki. Perintah Allah ini hendaklah ditunaikan dengan perasaan penuh sadar, kasih dan cinta kepada Allah, bukan karena terpaksa atau karena yang lain.

Ibadah dalam Islam meliputi semua urusan kehidupan manusia yang memiliki paduan yang erat. Tidak ada  pemisahan antara aktivitas kehidupan di dunia dan akhirat. Islam mengajarkan kepada kita bahwa setiap amalan yang kita lakukan akan bernilai di hadapan Allah. Inilah keindahan Islam yang disebut dengan Ad-dien yang lengkap sebagai suaru system hidup yang memberikan kesejahteraan. Dengan kata lain, setiap pekerjaan yang membawa manfaat kepada individu ataupun masyarakat yang tidak  berlawanan dengan syari’at, dikerjakan ikhlas karena Allah, bukan karena mencari kepentingan pribadi dan tidak mengharapkan balasan dari manusia, maka amalan-amalan yang demikian akan menjadi ibadah.

Setiap ibadah dalam Islam, apakah itu shalat, membayar zakat, melaksanakan puasa dan menunaikan haji memilki dua dimensi. Pertama, kegiatan ibadah dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban atau panggilan Allah dalam rangka hablum minallah. Kedua, ibadah yang dilakukan untuk yang memilki implikasi sosial. Dalam dimensi kewajiban, ibadah shalat lima waktu, membayar zakat, menjalankan puasa, dan menunaikan haji wajib hukumnya bagi seorang muslim yang mampu untuk menunaikannya. Bila ibadah dalam rangka hablum minallah memiliki implikasi sosial (hablum minannas) yang positif, dan bila nilai-nilai baik yang terkandung di dalamnya terpadu dalam diri seorang muslim dan secara terus menerus diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, maka ia adalah mukmin, muslim, dan sekaligus muhsin.

Adapun pengaruh ibadah pada diri seorang muslim sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 21, yang artinya; "Wahai sekalian manusia, beribadahlah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertakwa". Sehubungan dengan ini, seorang yang taat beribadah seharusnya akan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangannya. Ibadah akan menciptakan seorang mukmin yang berbahagia di dunia dan akhirat. Allah menyatakan hal ini dalam surat Al-Mukminun yang artinya sebagai berikut: "Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kelaminnya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah yang akan menjadi pewaris yakni akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (Al-Mukminun 1-11).

 Semua ibadah kalau dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan ketenangan jiwa, melepaskan keresahan dan kegelisahan jiwa. Dalam surat Al-Ma'arij Allah menyatakan sebagai berikut yang artinya: "Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat" (QS. Al-Ma’arij :19-22). Dalam surat Ar-Ra'du Allah menyatakan, artinya; "Ketahuilah bahwa dengan berdzikir/ mengingat Allah, hati akan menjadi tenang". ( QS. Ar-Ra'd 28).

 “Di antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya.” Yakni hendaklah seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri di hadapan, menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasakan kedekatan ketika sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits, “Hendaklah, kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim). Rasulullah bersabda, “Tuhan kalian berfirman, ‘Wahai anak Adam, beribadahlah kepada-Ku sepenuhnya, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam!, jangan jauhi Aku sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan.”(HR. al-Hakim di dalam al-Mustadrak ‘alash Shahihain,Syaikh Albani menshahihkannya dalam Silsilatul Ahadits ash-Shahihah)

Oleh: Sri Efriyanti Harahap

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar