Tetap Menang Walaupun Disakiti

Bookmark and Share
`
Sudah pernahkah kita :

1. Kita disakiti di jalan Allah?
2. Kita disakiti oleh objek dakwah kita dengan sikap acuh tak acuh mereka terhadap seruan yang kita lakukan?
3. Kita disakiti dengan kurangnya kehadiran mad’u ke program dakwah dan tarbiyah?
4. Kita dicap sebagai teroris atau ekstremis kepada sebuah institusi dakwah yang sah dari segi undang-undang?

Di sudut yang lebih dekat dengan diri kita sendiri,

Apakah pernah kita disakiti oleh saudara seperjuangan kita dengan :

a. Komunikasi yang buruk?
b. Wajah yang tidak ceria?
c. SMS yang menghina?
d. what's app yang menusuk jantung hati kita? 

Walau Hujan Badai Kan terus melanda,
Walau amuk gelombang,
Tak henti menerjang.
Walau terang mencengkang,
walau mentari kan membakar,
Jangan letih menapi kehidupan.
Ujian Bagaikan Terik sinar sang suria.
Hadir kedunia bersama berjuta karunia.
Janganlah bertekuk lutut dalam pelukan putus asa.
Janganlah bersimpuh di hadapan duka.
Hadapilah segala tantangan.
Hadapilah segala ujian,
dalam kesulitan pasti ada kemudahan.

Firman Allah swt : “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam syurga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS Ali Imran : 195)

Lalu, mari kita coba bayangkan jika kita kembali ke zaman lampau yaitu 1400 tahun yang lalu. Coba kita bayangkan kota Makkah dengan lembah-lembah dan gunung-gunungnya lalu kita bayangkan pribadi yang :

1. Paling bengis kepada dakwah.
2. Paling besar pertentangannya.
3. Paling besar usahanya untuk memadamkan cahaya Allah.

Ya, itulah Amr bin Hisyam atau biasa kita kenali dengan nama ‘Abu Jahl’. Namun, terhadap orang yang seperti ini, ternyata Rasulullah saw tidak penah meninggalkannya dalam dakwah.

Disebutkan dirinya dalam doa Rasulullah saw yang mulia : “Ya Allah, kuatkanlah Islam ini dengan masuknya salah seorang dari dua Umarain, Umar bin Al Khattab atau Amr bin Hisyam”.

Rasulullah saw tidak pernah berhenti berdakwah kepadanya sehinggalah sampai kepada perang badar yang mengakhiri riwayat hidupnya.
‘Abu Jahl’ mati dalam keadaan kafir setelah dengan lantang berteriak : “Ya Allah sekiranya yang dibawa oleh Muhammad itu benar, hujanilah sahaja kami dengan batu.”

Lalu, apakah kita sudah berusaha sekuat Rasulullah saw dalam berdakwah kepada setiap objek dakwah kita?

Rasulullah saw lah orang yang pertama yang menjenguk ketika ‘Abu Jahl’ sakit, walaupun sebagai balasan, dilemparkannya kotoran dan isi perut unta ke belakang baginda ketika baginda sedang sholat berdekatan dengan ka’abah.

Sungguh, merasa disakiti di jalan dakwah adalah suatu perkara yang biasa oleh objek dakwah kita.

Rasulullah saw pernah dilempar, dicaci, dihina, digelar pendusta, tukang sihir dan segala ungkapan kasar lainnya.

Namun, baginda hanya berdoa : “Ya Allah, semoga Engkau mengeluarkan keturunan yang menyembah Engkau dari sulbi mereka.”

Tentang disakiti oleh saudara kita, sesama pejuang dakwah, sampai saat ini, kita seharusnya benar-benar yakin bahwa :

a. Yang menyatukan hati-hati kita, hanyalah Allah.
b. Yang membuat kita saling mencintai antara satu sama lain, hanyalah Allah.
c. Yang menumbuhkan prasangka baik sesama kita, hanyalah Allah.
d. Yang masih mengizinkan kita untuk terus menjejaki jalan juang ini, hanyalah Allah.

Sungguh sangat mudah bagi Allah untuk mengganti kita dengan kaum :

1. Yang lebih baik.
2. Yang lebih bijaksana.
3. Yang lebih kuat.
4. Yang lebih saleh.
5. Yang lebih berilmu daripada kita.

Akan tetapi, tidakkah kita akan mengambil pelajaran dari Bani Israil? Iaitu kaum yang paling banyak diceritakan di dalam Al-Quran.

Ketika Allah swt memberikan muatan sejarah kepada mereka dengan sebutan umat yang terbaik, namun mereka kemudiannya mengingkari peranan sejarah mereka.

Mereka yang :

a. Mengingkari perintah-perintah Allah yang ditujukan kepada mereka.
b. Membunuh para Nabi.
c. Menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah sehingga mereka menjadi kaum yang dilaknat oleh Allah hingga ke saat ini.

Kemudian, Allah memenuhi janjiNya di mana dikeluarkanlah umat terbaik dalam sejarah umat manusia dan mereka adalah generasi terbaik yang pernah disaksikan oleh sejarah di mana :

1. Bersih akidah mereka.
2. Jujur lisan mereka.
3. Baik akhlak mereka.
Merekalah generasi pertama umat ini.

Namun, apakah mereka :

a. Bersih dari perselisihan?
b. Sekumpulan malaikat yang sama sekali bersih dari prasangka, bebas dari ‘ghibah’, bebas dari segala aspek kemanusiaan yang melekat pada diri mereka?

Ternyata tidak, kerana dari fakta sejarah :

1. Bilal dan Abdurrahman bin Auf pernah bertengkar.
2. Ali bin Abi Talib dan Thalhah bin Ubaidillah pernah berbeda pasukan dalam perang unta.
3. Umar pernah bertentangan dengan Khalid bin Al Walid.

Lalu, apakah yang mereka utamakan ketika sedang berselisih faham?

Ajaran agama yang mulia ini mengajarkan bahwa dalam keadaan apapun, "I M A N"-lah yang mesti diutamakan. Sekali lagi "I M A N" melahirkan prasangka baik.

Maka menangislah Thalhah, ketika ia perlu berhadapan dengan Ali. Teringat di saat mereka berdua beriringan mendampingi Rasulullah saw. Lalu mengapa mereka sekarang perlu berhadapan dalam dua pasukan yang berbeda?

Maka ridhalah Khalid ketika Umar menurunkannya dari jabatan panglima perang dan mengutamakan baik sangka kepadanya.
“Aku berperang bukan karena Umar, tapi karena Tuhan Umar”.

Maka menangislah Umar, ketika ia tahu bahwa Khalid sudah meninggal dan berkata :

“Tidakkah ada perempuan Arab yang masih mampu melahirkan Khalid bin Al Walid?”
Ya, itulah bahasa "I M A N".

Adakah itu sukar? Ya, jalan ini memang tidak akan dapat dilalui dengan mudah.

Sudut-sudut ke”manusia”an akan sentiasa bertempur dengan sudut-sudut Ilahiyah dan keduanya akan saling bertempur sehingga kita berharap sudut iman kita akan sentiasa memenangkan pertempuran dengan sudut kemanusiaannya.

Ini persis seperti Siti Hajar pada ketika ia bertanya kepada suami yang dikasihinya Nabi Muhammad SAW.

Apakah ini perintah Allah?

Seraya menenangkan hatinya dengan ungkapannya : “Jika ini perintah Allah, maka sungguh Ia tidak akan pernah menyia-nyiakan kami.”

Di atas jalan ini, baik sangka perlulah menjadi sebuah kemestian dan ketika ada sedikit pergeseran antara kita dengan saudara kita, maka yang pertama sekali perlu diperiksa adalah, keadaan iman kita kerana tidak mungkin tidak bertemu dua hati yang menuju satu titik penghambaan kepadaNya.

“Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Anfal : 63)


DAKWAH DAN KEMENANGAN

Mari kita belajar dari sejarah dan masa silam untuk kemudiannya membuatkan kita mampu melompat lebih tinggi di masa hadapan.

Dari kaum Nuh kita belajar : “Lalu, mereka mendustakan Nuh, kemudian kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).” (QS Al-A'raf : 64)

Dari kaum Hud kita belajar : “Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud, dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami, dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.” (QS Hud : 58)

Dari kaum Soleh kita belajar : “Maka tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Soleh serta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami, dan (Kami selamatkan) dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah, Yang Maha Kuat, lagi Maha Perkasa. Dan satu suara keras yang mengguntur, menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumah mereka.” ( QS Hud : 66-67)

Dari kaum Syu’aib kita juga belajar : “Dan tatkala datang azab Kami, kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman kepadanya dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang menggelegar, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumah mereka.” (QS Hud : 94)

Dari Bani Isra’il dan Fir’aun kita belajar : “Kemudian kami menghukum mereka, maka kami tenggelamkan mereka di laut, disebabkan mereka mendustakan ayat-ayat Kami. Mereka adalah orang-orang yang melalaikan ayat-ayat kami. Dan kami wariskan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi, dan bahagian baratnya yang Kami beri keberkatan padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil, disebabkan kesabaran mereka. Dan kami hancurkan apa yang telah dibuat Firaun, dan kaumnya dan apa yang telah dibangunkan  mereka.” (QS Al- A’raf : 136-137)

Dari ayat-ayat di atas, kita belajar tentang “kemenangan” dakwah terhadap kaum terdahulu.

Namun ada sesuatu yang berbeda ketika kita membandingkan apa makna kemenangan dari rasul-rasul terdahulu, dengan umat ini, dengan rasulnya yang mulia, Nabi Muhammad saw setelah  mereka semuanya disakiti di jalan Allah.

Jika pada umat yang terdahulu, Allah menurunkan secara langsung azabNya bagi mereka yang tidak beriman dan menyelamatkan orang-orang yang beriman, namun untuk umat Rasulullah saw, Allah mengajarkan kepada kita sesuatu yang lebih bernilai.

Hanya dengan dakwah, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran : 110)

Dakwahlah yang membuatkan kita menyandang gelaran umat yang terbaik sehingga akhirnya kita faham bahwa  kemenangan ini bukan hanya ketika kita berhasil menguasai wilayah, penduduk ataupun posisi-posisi strategi pemerintahan dan struktur masyarakat.

Kemenangan ini adalah kemenangan hati di alam jiwa, di mana majoriti manusia akhirnya tunduk dan patuh hanya pada satu ‘Ilah’ iaitu Allah azza wajalla.

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepadaNya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Menerima taubat.” (QS An-Nashr : 1-3)

Jika sudah demikian, maka janji Allah pasti benar iaitu untuk menjadikan orang-orang beriman berkuasa di atas muka bumi ini sebagaimana firmanNya : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu, dan mengerjakan amal-amal yang soleh, bahwa Dia, sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (QS An-Nur : 55)


IMAN, HIJRAH DAN JIHAD

Mari kita hayati firman Allah swt berikut : “(Sesungguhnya) orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka adalah lebih besar dan tinggi darjatnya di sisi Allah (daripada orang-orang yang hanya memberi minum orang-orang Haji dan orang yang memakmurkan masjid sahaja); dan mereka itulah orang-orang yang berjaya.” (QS At-Taubah : 20)


Kita pahami melalui ayat ini bahwa :

1. Keimanan sebagai teras.
2. Hijrah sebagai langkah awal.
3. Jihad di jalan Allah swt sebagai puncak perjuangan.


Jika tiga unsur di atas wujud dalam perjuangan kita, maka ianya sudah merupakan kemenangan bagi kita walaupun tidak membawa kepada natijah memperolehi sebarang kedudukan di muka bumi ini.

Bahkan, menang atau kalah dalam jihad bukan syarat untuk berjaya, kerana seseorang yang telah melakukan jihad dengan keimanan dan keikhlasan bererti dia telahpun berjaya atau menang.

Bahkan, kita juga diajar konsep kemenangan teragung, iaitu, bukan di sini, tetapi di akhirat sana di mana kita diajarkan oleh Allah swt melalui firmanNya  seperti berikut :

“Tidaklah sama ahli neraka dan ahli Syurga; ahli Syurgalah orang-orang yang beroleh kemenangan (mendapat segala yang diingini).” (QS Al-Hasyr : 20)

Justeru, ketika keluarga Yasir disiksa untuk memperjuangkan keimanan mereka, Rasulullah saw menjelaskan didikan yang sama dengan menyebut (yang bermaksud) : “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, kerana sesungguhnya tempat kamu adalah di syurga.”


Rasulullah saw telah menolak tawaran jabatan di Makkah, atas dasar ingin meneruskan perjuangan tersebut dan tidak semestinya perlu dimulakan dengan kekuasaan.

Ketika Rasulullah saw dipujuk oleh bapa saudaranya untuk meninggalkan perjuangan dakwah, Baginda saw secara jelas menjawab : “Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan urusan (dakwah) ini, nescaya aku tidak akan meninggalkannya, sehinggalahAllah swt menzahirkannya (memberi kemenangan) ataupun aku binasa pada urusan ini.”


Jelas bagi kita di mana natijah daripada usaha kita bukan sesuatu ukuran perjuangan kita. Ada juga para rasul yang ditentang dan dibunuh oleh bangsa Yahudi, namun di sisi Allah swt, mereka adalah orang-orang yang telah menang. Usaha kita dalam melakukan usaha dakwah dan islah juga menyebabkan kita sudah dinilai sebagai seorang yang menang di sisi Allah swt.

Allah swt berfirman : “Dan hendaklah ada di antara kamu satu puak yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, serta melarang daripada segala yang salah (buruk dan keji). Dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang yang menang.” (QS Ali-Imran : 104)


Kita dididik dengan gambaran yang jelas tentang kemenangan yang hakiki. Kita dididik dengan kefahaman yang jelas tentang erti kehidupan dan kehambaan, lalu kita berusaha untuk mencapai sebuah matlamat yang lebih utama. Soal kemenangan untuk mendapatkan apa yang diusahakan, itu adalah daripada Allah swt.

Mari kita hayati firman Allah swt berikut : “Wahai orang-orang yang beriman!!! Maukah Aku tunjukkan sesuatu perniagaan yang boleh menyelamatkan kamu dari azab siksa yang tidak terperi sakitnya? yaitu, kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta kamu berjuang membela dan menegakkan agama Allah dengan harta benda dan diri kamu; yang demikian itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui. (Dengan itu) Allah akan mengampunkan dosa-dosa kamu dan memasukkan kamu ke dalam taman-taman ( syurga) yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, serta ditempatkan kamu di tempat-tempat tinggal yang baik dalam syurga “Adn”. Itulah kemenangan yang besar.” (QS As-Saf : 10-12)


Kita memahami bahwa, hidup ini adalah sebuah perjuangan. Keinginan yang mendalam untuk mendaulatkan agama Islam adalah keinginan yang murni. Allah swt justeru menjanjikan kemenangan bagi mereka yang membantu agama Islam yang mulia ini. Dalam perjuangan tersebut, sudah tentu tidak dijanjikan dengan hamparan permaidani merah, melainkan merahnya darah. Mereka yang mengharapkan kesenangan dalam perjuangan adalah mereka yang sejak dari mula tidak tahu apa itu perjuangan dan tidak bersedia untuk melakukannya.

Allah swt berfirman : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cubaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS Al-Baqarah : 214)

Kemenangan yang sebenar adalah pada keyakinan kita bahawasanya, apabila sampai waktunya, kemenangan pasti akan tiba, sedang bantuan Allah swt itu sangat dekat.

Andai sirah Nabawiyyah menjadi pedoman perjuangan kita, kita pasti tidak merasa lambatnya pertolongan Allah swt, kerana ujian dan cabaran yang kita hadapi dalam perjalanan mendaulatkan Islam tidak sedahsyat apa yang dihadapi oleh generasi awal, iaitu pada zaman Rasulullah saw dan para sahabat radhiallahu anhum.

Dalam keadaan begitupun, ketika ditanya mengenai pertolongan Allah swt, Allah swt mengingatkan betapa amatlah dekat, karena setiap yang pasti tiba itu adalah dekat.

Jika kita lihat keadaan umat Islam menerima kemenangan setelah lebih dari sepuluh tahun disakiti, bagaimana adabnya Rasulullah saw dan para sahabat radhiallahu anhum memasuki kota Makkah pada peristiwa ‘Fath Makkah’, yaitu dengan :

a. Penuh rendah diri di hadapan Allah swt.
b. Penuh kasih sayang kepada mereka yang pernah memusuhi dan menyakitiya.
c. Sifat kemaafan dan rahmat yang tersebar dalam meraih kemenangan tersebut.

Maka apakah semua ciri-ciri tersebut sudah lahir dalam perjuangan kita pada masa ini bagi melayakkan kita untuk mendapat kemenangan tersebut.

Akhir sekali, mari kita meneliti kata-kata Imam Hasan Al Banna : “Sesungguhnya keikhlasan adalah asas sebuah kemenangan dan sesungguhnya ditangan Allah-lah semua urusan. Sesungguhnya para pendahulu kamu yang mulia tidak mencapai kemenangan kecuali dengan :

a. Kekuatan iman mereka.
b. Kesucian jiwa dan kebersihan diri.
c. Keikhlasan hati dan amal mereka dari ikatan apapun atau pemikiran.

Mereka menjadikan segala sesuatu sesuai dengan nilai-nilai keikhlasan tersebut sehingga jiwa mereka menyatu dengan aqidah, dan aqidah mereka menyatu dengan jiwa-jiwa mereka.

Merekalah sesungguhnya gagasan itu, dan gagasan itulah mereka. Jika kamu sedemikian maka fikirkanlah, sesungguhnya Allah mengilhamkan kepada kamu kebijaksanaan dan kebenaran, maka amalkanlah dan sesungguhnya Allah membantu kamu dengan kekuatan dan kemenangan.

Namun, jika diantara kamu ada yang :

1. Menghidap penyakit hati.
2. Matlamat (yaitu kompas kehidupan, apa pun di dunia bukannya kesempurnaan, karena ia hanyalah sambungan untuk kita mencapai redha Allah) hidupnya berpenyakit.
3. Kehilangan harapan dan keinginan.
4. Memiliki luka masa lalu.

Maka, keluarkanlah dia dari barisan kamu, kerana sesungguhnya ia adalah penghalang turunnya rahmat, yang terkurung tanpa ada taufik dari Allah.”
Ya Allah, sesungguhnya kami memahami bahwa kemenangan itu datang bersama dengan perjuangan dan usaha yang bersungguh-sungguh yang dicurahkan di jalanMu walaupun dengan perjuangan itu kami disakiti, dihina, dirampas hak kemanusiaan, diperlakukan dengan zalim namun cahaya kemenangan sentiasa bersama dengan mereka-mereka yang beriman, berhijrah dan berjihad di jalanMu. Kurniakanlah kemenangan hakiki itu kepada kami.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar