Meski mengalami penurunan suara di berbagai survei tidak membuat sejumlah ulama pesimistis. Partai berbasis Islam diyakini tetap masih menjadi pilihan umat Islam pada Pemilu 2014 mendatang.
Meski demikian, tak dapat dipungkiri, bila mencapai kemenangan tersebut bukanlah perkara mudah. Partai-partai Islam diharapkan terus membangun komunikasi politik dan memperbaiki citra politik di depan umat. Kian intensif memberi pencerahan kepada umat bahwa politik merupakan bagian dari syariah yang diatur agama juga patut dilakukan.
“Islam itu adalah agama dan negara. Jadi tidak perlu diberikan dikotomi antara keduanya. Umat Islam wajib menegakkan keduanya. Pemahaman ini harus disosialisasikan di masjid dan pengajian agar umat tidak alergi terhadap politik,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Kholil Ridwan, dalam keterangannya, Rabu (17/7/2013).
Sementara itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Alkhathath menuturkan, kemenangan baru dapat dicapai dengan sikap percaya diri partai Islam terhadap ideologi dan asasnya sendiri. Dia menyayangkan sikap sejumlah Partai Islam yang menurutnya tergiur menarik diri ke 'tengah' hanya demi kepentingan pasar politik di Indonesia.
“Saya pernah bilang kalau partai Islam menarik diri ke tengah menjadi moderat maka tidak ada lagi gunanya, bubarkan saja. Partai Islam itu ya ada di kanan. Jangan terbujuk oleh hasil analisis atau survei yang menyebut kemenangan hanya bisa diperoleh dengan cara menarik ideologi ke 'tengah', seperti partai terbuka. Partai Islam harus bangga dengan identitas politiknya,” papar Alkhathath.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto mengingatkan agar partai Islam mampu membuat diferensiasi dengan partai nasionalis. Dia menyarankan agar partai Islam mampu memberi tawaran tokoh yang bisa merepresentasikan kepentingan publik, khususnya umat Islam.
“Diferensiasi perilaku politik di kalangan partai Islam itu sangat penting. Partai Islam dituntut untuk tidak berperilaku elitis dan koruptif. Karena inilah yang menjadi sumbatan komunikasi politik. Perilaku transaksional pun harus dijauhi oleh partai Islam. Dalam sejumlah survei faktanya suara keterpilihan partai Islam diprediksi akan menurun pada 2014, apalagi paska bergulirnya kasus korupsi yang melibatkan elit partai Islam,” terang Gun Gun.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat, pemilih partai Islam telah berkurang secara signifikan. Terhitung sejak 1955 hingga di masa reformasi, pilihan politik terhadap partai Islam mengalami penurunan. Bahkan, kekuatan politik Islam pada Pemilukada selama tahun 2007 menunjukkan kemangan partai Islam tidak lebih dari tujuh persen.
"Para pemimpin dan tokoh Islam seharusnya memainkan peran penting dalam melakukan sosialisasi gagasan dan ideologi terhadap masyarakat agar partisipasi politik umat bisa terus meningkat,” ujar peneliti JPPR, Masykurudin Hafidz. (put)
Meski demikian, tak dapat dipungkiri, bila mencapai kemenangan tersebut bukanlah perkara mudah. Partai-partai Islam diharapkan terus membangun komunikasi politik dan memperbaiki citra politik di depan umat. Kian intensif memberi pencerahan kepada umat bahwa politik merupakan bagian dari syariah yang diatur agama juga patut dilakukan.
“Islam itu adalah agama dan negara. Jadi tidak perlu diberikan dikotomi antara keduanya. Umat Islam wajib menegakkan keduanya. Pemahaman ini harus disosialisasikan di masjid dan pengajian agar umat tidak alergi terhadap politik,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Kholil Ridwan, dalam keterangannya, Rabu (17/7/2013).
Sementara itu, Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Alkhathath menuturkan, kemenangan baru dapat dicapai dengan sikap percaya diri partai Islam terhadap ideologi dan asasnya sendiri. Dia menyayangkan sikap sejumlah Partai Islam yang menurutnya tergiur menarik diri ke 'tengah' hanya demi kepentingan pasar politik di Indonesia.
“Saya pernah bilang kalau partai Islam menarik diri ke tengah menjadi moderat maka tidak ada lagi gunanya, bubarkan saja. Partai Islam itu ya ada di kanan. Jangan terbujuk oleh hasil analisis atau survei yang menyebut kemenangan hanya bisa diperoleh dengan cara menarik ideologi ke 'tengah', seperti partai terbuka. Partai Islam harus bangga dengan identitas politiknya,” papar Alkhathath.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto mengingatkan agar partai Islam mampu membuat diferensiasi dengan partai nasionalis. Dia menyarankan agar partai Islam mampu memberi tawaran tokoh yang bisa merepresentasikan kepentingan publik, khususnya umat Islam.
“Diferensiasi perilaku politik di kalangan partai Islam itu sangat penting. Partai Islam dituntut untuk tidak berperilaku elitis dan koruptif. Karena inilah yang menjadi sumbatan komunikasi politik. Perilaku transaksional pun harus dijauhi oleh partai Islam. Dalam sejumlah survei faktanya suara keterpilihan partai Islam diprediksi akan menurun pada 2014, apalagi paska bergulirnya kasus korupsi yang melibatkan elit partai Islam,” terang Gun Gun.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mencatat, pemilih partai Islam telah berkurang secara signifikan. Terhitung sejak 1955 hingga di masa reformasi, pilihan politik terhadap partai Islam mengalami penurunan. Bahkan, kekuatan politik Islam pada Pemilukada selama tahun 2007 menunjukkan kemangan partai Islam tidak lebih dari tujuh persen.
"Para pemimpin dan tokoh Islam seharusnya memainkan peran penting dalam melakukan sosialisasi gagasan dan ideologi terhadap masyarakat agar partisipasi politik umat bisa terus meningkat,” ujar peneliti JPPR, Masykurudin Hafidz. (put)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar