“Beristirahatlah wahai Fatimah, agar sakitmu segera hilang,” kata Ali kepada istri tercintanya, Fatimah binti Rasulullah SAW. Saat itu Fatimah sedang jatuh sakit selama berhari-hari. Dan selama itu pula Ali hampir tidak beranjak keluar rumah, demi mengurusi segala keperluan Fatimah.
“Aku telah cukup beristirahat”, jawab Fatimah dengan suara lirih, “sampai-sampai aku malu apabila melihatmu mengerjakan tugas seorang ibu.”
“Jangan pikirkan itu. Bagiku semua ini sangat menyenangkan.”
“Tapi sudah terlalu lama rasanya engkau menggantikan pekerjaanku”.
Sungguh, Fatimah merasa sangat tidak nyaman telah merepotkan suaminya dengan keadaannya.
“Jangan pikirkan itu. Aku melakukan segalanya dengan senang hati. Percayalah.”, Kata Ali dengan suara lembut.
“Engkau sungguh suami yang mulia”.
Tak terasa butiran bening mengalir dari kedua mata Fatimah.
"Wahai istriku, adakah engkau menginginkan sesuatu?”, Ali pun bertanya kepada istrinya. Ia berpikir, barangkali ada makanan kesukaannya yang bisa membuat Fatimah agak baikan.
“Sesungguhnya”, kata Fatimah setelah terdiam dan berpikir beberapa saat, "sudah beberapa hari ini aku menginginkan buah delima.”
“Baiklah. Aku akan membawakannya untukmu dengan rezeki yang diberikan Allah kepadaku”, kata Ali sambil bersiap keluar rumah.
Ali pun bergegas ke pasar dengan semangat. Sambil membayangkan istrinya di rumah sedang menunggu buah delima idamannya. Tapi ternyata uang yang dimiliki Ali hanya cukup untuk membeli sebuah delima. Tidak lebih. Maka sebuah delima itulah yang dibawanya pulang dengan segera.
Di tengah perjalanan pulang, Ali melihat seorang renta yang sedang menggigil di sudut jalan. Ia pun menghampiri orang itu dan menyapanya.
“Assalamu’alaikum, wahai sahabat”, kata Ali ramah
’Alaikumussalam... “ sahut orang itu dengan suara lirih seakan menunjukkan betapa lemah tubuhnya.
“Apa yang terjadi dengan dirimu?”, kata Ali kemudian
“Sudah sejak dua hari lalu perutku tak kemasukan makanan apa pun”
Ali pun tercengang. Kebimbangan menyelimuti hati dan fikirannya. Sungguh, ia begitu ingin memberikan buah delima yang baru dibelinya kepada orang itu. Tapi terbayang sosok Fatimah yang begitu dicintainya sedang tergolek lemah dan menunggu buah delima darinya. Akhirnya ia memotong buah delima itu menjadi dua bagian. Separuhnya ia berikan kepada orang tua itu.
Sesampainya di rumah, Fatimah agak heran melihat buah delima yang hanya sepotong itu. Ali pun menjelaskan tentang kejadian yang baru dialaminya sambil mempersilahkan Fatimah menikmati buah delimanya.
Tiba-tiba mereka mendengar suara suara ketukan pintu dan ucapan salam dari seorang laki-laki. Rupanya Salman Al Farisi yang datang. Ia datang membawa bungkusan makanan.
“Apa yang kau bawa itu wahai Salman?, tanya Ali kepada Salman.
“Buah delima”, sahut Salman
“Dari mana engkau mendapatkannya?”
“Dari Allah, untuk RasulNya, kemudian untuk Anda”
Ali pun segera membuka bungkusan yang dibawa Salman dan menghitung buah delima di dalamnya. Ternyata jumlahnya sembilan buah.
“Tidak mungkin ini dari Allah”, kata Ali kepada Salman.
“Kalau ini benar dari Allah", lanjutnya, "maka jumlahnya adalah sepuluh. Sebab Allah telah berfirman, ‘Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya’“.
Salman pun tersenyum malu. Ia memang membawa sepuluh buah delima. Dan ia sengaja menyembunyikan satu buah untuk menguji kecerdasan Ali yang terkenal.
Begitulah. Seorang pemuda hasil didikan langsung Rasulullah menikah dengan seorang gadis yang juga hasil didikan langsung Rasulullah. Maka hasilnya adalah sebuah cinta yang bersandar kepadaNya. Sebuah cinta yang menjadi inspirasi yang berujung cinta kepadaNya. Bukan berarti keluarga dua manusia hebat ini tak luput dari berbagai persoalan. Kekurangan materi, sampai pertengkaran-pertengkaran pun mewarnai kisah pernikahan mereka selama kurang lebih sepuluh tahun. Tapi semuanya dikembalikan kepada Allah dan RasulNya. Dan catatan sejarah menyimpulkan bahwa kelak keturunan mereka akan menjadi orang-orang yang luar biasa.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar