Di sebuah kota di Madura, dahulu ada seorang nenek penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai berjualan, ia pergi ke Masjid Agung di kota itu. Berwudhu, masuk masjid dan melaksanakan sholat dzuhur. Setelah berdoa dan wirid, ia keluar masjid lalu membungkuk bungkuk di halaman. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar di kaisnya tanpa sehelaipun yang tertinggal. Tentu saja perlu waktu lama untuk membersihkan halaman masjid dari dedaunan yang jatuh dengan cara seperti itu. Belum lagi sengatan matahari siang. Keringat terlihat mengucur dari tubuh rentanya.
Banyak pengunjung masjid yang iba kepadanya. Hingga suatu hari, takmir masjid memutuskan untuk membersihkan halaman masjid sebelum si nenek datang. Pada hari itu seusai sholat ia terkejut. Tidak ada satu daunpun yang terserak disitu. Ia kembali ke masjid sambil menangis dan mempertanyakan mengapa daun - daun itu disapu sebelum kedatangannya ? Takmir masjidpun menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku, berikan aku kesempatan untuk membersihkannya."
Singkat cerita, akhirnya di utuslah seorang kiai yang terpandang dikota itu untuk menanyakan alasan mengapa sang nenek begitu bersemangat membersihkan daun-daun di halaman masjid. Ia pun mau menjelaskannya dengan dua syarat. Pertama hanya kiai itu yang mendengarkan kisahnya dan kedua ceritanya tak boleh disebarkan saat ia masih hidup.
Sekarang ia sudah meninggal. "Saya ini perempuan kampung yang bodoh pak kiai," tuturnya. "Saya tau amal perbuatan saya sedikit sekali dan mungkin juga tidak benar dalam menjalankannya. Saya tidak mungkin selamat saat hari kiamat tanpa syafaat kanjeng Rasul. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan shalawat untuk kanjeng Rasul. Saya berharap kanjeng Nabi mau menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya telah membacakan shalawat kepadanya."
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar