Selamatkan Lisan dari Petaka

Bookmark and Share

            Lisan adalah anugerah Allah yang patut kita syukuri sebab tanpa lisan kita tidak dapat berbicara sedikitpun. Meski ukurannya kecil namun perannya begitu penting bagi kehidupan kita. Betapa tidak, lisanlah yang menghantarkan kita ke surga atau ke neraka.

            Lisan tak ubahnya pedang. Apabila kita menggunakannya dengan benar maka ia bisa menjadi perisai bagi kita, namun jika kita salah dalam menggunakannya maka ia justru menjadi boomerang bagi kita. Itulah mengapa Rasullah SAW sangat menekankan kepada umatnya untuk benar-benar memelihara lisannya.

            Dari Sufyan Bin Abdullah Ats-Tsaqofi, Dia berkata, “Saya telah bertanya, ‘Wahai Rasullah, katakanlah kepadaku satu urusan untuk aku jadikan pegangan,’ Rasullah bersabda ‘Katakanlah Rabbku adalah Allah, kemudian istiqomahlah!’ Aku berkata, ‘Wahai Rasullah, sesuatu apakah yang paling engkau takutkan dariku?’ Kemudian beliau memegang lidahnya dan bersabda, ‘Ini’ (Lisannya).” (HR. Tirmidzi)

            Hadits di atas menunjukkan pada kita bahwa lisan adalah sesuatu yang memiliki bahaya besar bagi kita. Sampai-sampai Rasullah merasa takut kalau kita salah dalam menggunakannya. Dan diam merupakan perkara yang lebih baik jika kita tidak bisa berkata yang baik.

            “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (Muttafaq ‘alaih)

            Bahaya lisan tampaknya tak begitu disadari oleh pemiliknya. Buktinya kita jarang sekali menyadari gerak lisan kita. Hanya dalam hitungan detik lisan kita mampu mengeluarkan berbagai kata, entah itu baik atau tidak. Lalu lisan yang bagaimanakah yang mendatangkan petaka?

  1. Menyakiti Tetangga
Dari Abu Huroiroh RA, ia berkata: Ada seorang lelaki mengatakan, “Wahai Rasullah, si fulanah terkenal banyak sholat, puasa dan sedekahnya. Sayangnya, ia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.” Rasullah bersabda, ‘Dia di neraka.’ Lelaki itu berkata lagi, ‘Wahai Rasullah, ada lagi si fulanah, dia terkenal sedikit puasa, sedekah, dan sholatnya. Tetapi ia suka memberi sedekah walaupun hanya sepotong roti dan tidak suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.’ Beliau bersabda, “Dia di surga.” (HR. Ahmad)

            Inilah perkara yang sering kali kita lupakan. Bahwa Islam bukan hanya akidah, tetapi juga ibadah, akhlak, serta muamalah (Cara bergaul). Ibadah yang banyak tidak menjamin diri kita ke surga, pun sebaliknya ibadah yang menurut kita sedikit belum tentu mengantarkan kita ke neraka. Subhallah. Di sinilah kita ditutuntut untuk bertawadzun (Seimbang) dalam megamalkan seluruh perintah Allah baik dalam konteks ibadah maupun akhlak. Lagi-lagi lisan memiliki peran penting dalam ibadah dan akhlak seseorang. Sempurna ibadahnya namun sayang ia lupa dengan benda yang Rasul sudah memerintahkan untuk memperhatikannya. Semoga kita terhidar dari lisan seperti ini.

  1. Mengghibah Orang Lain
Rasullah SAW pernah ditanya tentang pengertian ghibah kemudian beliau menjawab, “Engkau menyebut saudaramu dengan perkara yang tidak ia sukai.” Si penanya kembali bertanya “Bagaiamana kalau kenyataannya ia memang demikian?” Beliau bersabda “Jika benar ia seperti yang kau katakan, engkau telah mengghibahnya. Jika tidak, maka engaku telah memfitnahnya.” (HR. Tirmidzi)

Dua petaka mengancam ketika kita membicarakan orang lain. Pertama petaka akibat menggunjing, kedua petaka fitnah yang nyaris tak bisa kita hindarkan ketika menggunjing orang lain. Allah telah mengingatkan kita:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Tentu kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Hujurat : 12]


  1. Meng’kafir’kan orang lain dan berdakwah tanpa amal
Fenomena menyedihkan saat ini, dimana kita sesama umat Islam dengan mudahnya mengupat sauadara seakidahnya dengan kata “Kafir” padahal belum tentu ia lebih baik dari orang yang dikatakannya kafir.

“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya, ‘Hai kafir’ maka sungguh salah seorang dari keduanya kembali dengan menyandang kekufuran itu.” (HR. Bukhory-Muslim)

Demikian pula halnya dalam berdakwah, acapakali kita lalai dengan apa yang kita sampaikan. Kita mengajak orang lain untuk berbuat baik tetapi kita sendiri lalai dalam pengamalannya. Tiada petaka yang lebih buruk dari petaka ini.

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (Ash-Shaf: 2—3)

Kini jelas bagi kita tiada bahaya yang lebih besar dari bahaya lisan. Namun di sisi lain lisan jualah yang dapat mengantarkan kita ke surga. Yaitu lisan yang terhindar dari perkara buruk dan senatiasa berdzikir. Berdzikir adalah suatu perkara yang juga mudah diucapkan oleh lisan kita. Banyak sekali kalimat-kalimat yang mudah kita ucapkan namun memiliki nilai besar di sisi Allah Ta’ala. Diantaranya:

“Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ada dua kalimat yang dicintai oleh Allah, ringan di lisan, dan berat ditimbangan: (yaitu bacaan) subhaanallaahi wa bihamdihi subhaanallaahil ‘adzim [Mahasuci Allah dan dengan memujiNya, Mahasuci Allah Yang Mahaagung]” (HR. Al Bukhari)

Dan ada kalimat yang benar-benar akan menyelamatkan kita dari neraka jika kita bersungguh-sungguh dalam memaknainya. Yaitu kalimat “Laa ilaha illallah Muhammadar rasullah.

           Sekali lagi hanya ada dua pilihan bagi kita, berkata yang baik atau diam. Dan mari kita bahasi lisan kita dengan dzikir kepada Allah.


Allahu Musata’an. Wallahu Ta’ala Bish-showwab.

Oleh: Fitri Arniza
#Penulis adalah Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah Medan
 dan Anggota FLP Sumatera Utara.




{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar