“Bagaimanapun, kami tahu seperti apa proses operasimu. Kulitmu dibedah. Setelah itu, tulang dadamu digergaji supaya mudah mengangkat jantungmu. Barulah jantungmu diangkat, dibelah, dan diperbaiki katup di dalamnya.”
Dalam pengantar buku ini, disebutkan ada tiga jenis manusia: selalu mengeluh, menganggap ringan ujian hidup, dan menikmati tantangan.
Nurul termasuk yang terakhir karena dia menikmati tantangan yang dihadapi. Ia sanggup, tegar, dan berhasil mengambil banyak pelajaran dalam hidup.
Buku ini menceritakan perjalanan seorang Nurul F Huda dengan penyakit kelainan jantung yang dialami sejak usia 11 tahun. "Saat itu, aku belum genap berusia 11, tepatnya kelas V SD. Aku tinggal di kota kecil dan selama hidup sangat jarang sakit, apalagi sampai paraH..." (hlm. 19).
Pada usia semuda itu, kondisi itu merupakan sebuah kenyataan yang tidak mudah bagi Nurul kecil. Siapa sangka, gadis tomboi yang tahan banting, lincah seperti bola bekel, serta terkenal sebagai murid berprestasi di sekolahnya, tiba-tiba sering sesak napas, mudah lelah, berkeringat dingin, dan pucat. Ternyata setelah menjalani proses pemeriksaan, dokter menyatakan dia mengidap kelainan jantung rematik, Rheumatic Heart Disease (RHD).
Perjalanan kisah mengharu biru pun dimulai. Pada lembar-lembar berikutnya, Nurul menjelaskan segala hal tentang penyakitnya dan proses pengobatan yang dijalani hingga sampailah pada proses kepindahan Nurul ke Jakarta pada usia 14 untuk berobat ke RSJ Harapan Kita. Dia menjalani proses operasi Jantung.
Pendeskripsian Nurul tentang proses operasi dalam buku ini membuat pembaca menahan napas dan berdebar. Nurul menceritakan ulang yang dilihat ayah dan ibu saat operasi berlangsung. "Bagaimanapun, kami tahu seperti apa proses operasimu. Kulitmu dibedah. Setelah itu, tulang dadamu digergaji supaya mudah mengangkat jantungmu. Barulah jantungmu diangkat, dibelah, dan diperbaiki katup di dalamnya." (hlm. 92).
Penyakit kelainan jantung yang diderita Nurul menyebabkan kompleksnya masalah yang terjadi dalam organ vital tersebut karena katup yang bermasalah. Akhirnya, katup Nurul diganti dengan mekanis dari platina yang harganya puluhan juta (tahun 1990). Itulah yang menimbulkan bunyi seperti suara jam, 'Tik... tik... tik' dari dalam tubuhnya. Nurul sudah mempersiapkan jawaban setiap ditanya. "Jam Kehidupan", jawab Nurul diplomatis. Dia harus mengonsumsi obat pengencer darah seumur hidup demi meringankan kerja katup buatan dan jantung dalam mengalirkan darah.
Syukur
Tidak selalu ada jawaban untuk pertanyaan mengapa atau atas apa yang Tuhan tetapkan. Hanya Tuhan yang tahu dan aku hanya mampu berusaha untuk mencari tahu, tanpa pernah benar-benar tahu, begitu tulis Nurul pada Bab 1 "Mengapa Terjadi Padaku?"
Buku ini bukan novel kesekian dari Nurul F Huda yang berlatar belakang seorang novelis. Buku ini ditulis seorang pengidap penyakit jantung untuk memotivasi dan menginspirasi orang lain. Berkali-kali pembaca harus mengeja kata
"syukur" di tiap bab kisah yang dipaparkan Nurul. Bagaimana seorang Nurul harus menjalani hari-harinya di rumah sakit pascaoperasi?
Proses membuka benang jahitan yang menempel di dada, ngilunya serasa menyihir pembaca. Tapi, semua itu dijalani secara ikhlas. Yang pasti, lanjut Nurul, dalam menutup Bab 1, "Mengapa Terjadi Padaku?", aku tidak bisa menolak yang aku alami. Aku harus terus belajar menerima dengan lapang dada. Aku mencoba memahami makna ujian, cobaan. Aku sabar dan ikhlas.
Namun, sesungguhnya, Nurul menghadirkan kisahnya tanpa mau membuat pembaca mengurai air mata. Dia menulis dengan gaya kocak khas anak-anak. Namun, sampai tahap kisah memasuki remaja dan dewasa, dia mencoba menyesuaikan.
Layaknya otobiografi, tapi versi sederhana dan bukan hardcover, penuh ilustrasi dan foto. Ini buku semiobiografi yang sarat hikmah dan kata syukur di dalamnya. Pembaca bisa mengetahui sekilas tentang penyakit jantung. Bagi orang tua, ini memberi pelajaran, tidak mudah mendampingi anak pengidap penyakit jantung.
Namun, di buku ini, Nurul menguraikan rasa syukurnya diberi ayah dan ibu yang menyayangi dengan cinta, tanpa syarat!
Sampai buku ini terbit, Nurul masih bertahan. Namun, Tuhan lebih sayang padanya sehingga memanggilnya pada usia 35, 17 Mei 2011, bukan karena jantungny, melainkan karena tuberkulosisnya yang semakin parah. Nurul meninggal dunia. Selamat jalan saudariku.
Diresensi Nurul Fauziah, mahasiswa IAIN Sumut
Judul : Hingga Detak Jantungku Berhenti
Penulis : Nurul F Huda
Penerbit : Jendela
Cetakan : 1, Maret 2011
Halaman : 272 halaman
Penulis : Nurul F Huda
Penerbit : Jendela
Cetakan : 1, Maret 2011
Halaman : 272 halaman
Nb: Resensi ini dimuat pada Koran Jakarta, Jumat 30 Maret 2012
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar