Kalau Kuburan Dikeramatkan

Bookmark and Share
HUKUM MEMBANGUN, MEMBERI PENERANGAN DAN BERIBADAH DI KUBURAN
Beberapa waktu lalu kita semua dikejutkan dengan peristiwa bentrok berdarah yang mengakibatkan beberapa oparat penegak hukum meninggal dunia dan ratusan korban luka berat dan luka ringan, dari kedua belah pihak, mulai dari anak kecil, remaja serta orang tua, pria maupun wanita.


Kita semua tentu prihatin dengan kejadian tersebut, sangat di sayangkan hal itu sampai terjadi, padahal semestinya bentrok berdarah seperti itu bisa di hindari. Di satu pihak ingin menertibkan tata kota Jakarta yang kumuh dan semrawut, dan di sisi lain masyarakat berusaha untuk mempertahankan keberadaan bangunan situs bersejarah berupa makam keramat salah seorang tokoh agama setempat yang dihormati dan di sanjung-sanjung sebagian warga kota Jakarta dan juga masyarakat islam dari berbagai kota lainnya bahkan mungkin seantero nusantara.

Seperti halnya kuburan para tokoh agama lainnya yang di keramatkan, kuburan tersebut biasa di kunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah, dari peziarah dari Jakarta bahkan ada pula peziarah yang datang dari jauh seperti dari Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan lainnya, tujuannya untuk mecari barokah dari kuburan tokoh tersebut yang sudah mati, diharapkan dengan berziarah ke kuburnya maka segala hajat mereka segera akan terkabul.

Pertanyaanya adalah, apa hukum ini semua ?, seorang muslim tidak pantas ikut-ikutan kebanyakan orang dalam beragama, bertindak dan berucap, karena akibatnya bisa fatal, terjerembab kedalam kesesatan yang berakhir dengan lembah neraka.

Berikut ini saya bawakan hadits-hadist shohih berkenaan dengan masalah kuburan.

Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian melakukan perjalanan ibadah kecuali ketiga masjid, masjidku ini (masjid Nabawi di Madinah), masjidil haram, dan masjidil Aqsho. ( HR. Bukhori dan Muslim).

Dari sini kita tahu bahwa wisata spiritual/rohani ke makam para wali songo dan para sunan, ke Pamijahan, makam syaikh anu dan itu di larang dan tidak di syariatkan bahkan merupakan perkara baru (bid’ah) dalam agama islan, amalannya tertolak tidak berpahala bahkan berdosa.

Di riwayatkan dari Jundub bin Abdillah, semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepada beliau, dia berkata ; aku mendengar Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda lima (malam ) sebelum wafatnya :Ketahuilah !, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan Nabi-Nabi dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid, sesungguhnya aka melarang kalian dari hal seperti itu. (HR. Muslim).

Di riwayatkan dari Ibnu Mas’ud semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya dari Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya orang-orang yang paling jelek (keagamaanya) adalah orang-orang yang mengalami langsung peristiwa kiamat dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.

Di riwayatkan dari Ummul mu’minin Aisyah dan ibnu Abbas semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepeda mereka berdua, Beliau berdua berkata, Ketika Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam mau meninggal dunia, beliau membuka dan menutup wajahnya dengan kain, ketika panas beliau membukanya, beliau bersabda dalam keadaan seperti itu, “laknat Alloh tertimpa kepada orang-orang Yahudi dan Nashoro, karena mereka menjadikan kuburan-nabi-nabi mereka sebagai masjid”.Beliau melarang perbuatan seperti yang mereka lakukan.

Berkata Aisyah semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepada beliau, kalau tidak karena larangan itu maka beliau akan di kubur di luar rumahnya, namun beliau kewatir kuburannya akan di jadikan sebagai masjid.

Maksud menjadikan kuburannya sebagi masjid adalah membangun masjid di atasnya, menjadikannya sebagai tempat sholat meski tidak dibangun bangunan di atasnya, atau sujud di atasnya, sholat menghadapnya/ sebagai qiblat, atau di jadikan sebagai tempat yang senantiasaa di kunjungi untuk berbagai ibadah separti sholat, berdoa, berdzikir dan lain-lain.

Di riwayatkan dari Abu Hiyaj Al –Assady semoga Alloh melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau, Ali bin abi Tholib semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepada beliau, berkata kepadaku : agar aku tidak membiarkan Timtsal ( apa saja yang di sembah selain Alloh berupa berhala atau benda mati lainnya) kecuali harus aku hancurkan, tidak pula membiarkan kuburan yang di tinggikan/di agungkan kecuali aku ratakan”. (HR. Muslim).

Dari Jabir bin Abdillah semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepada beliau, beliau berkata : Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa Sallam melarang mengapur kuburan, membangun dan duduk di atas kuburan. ( HR. Muslim).

Dari Abu Martsad Al Ghonawy semoga Alloh melimpahkan keridhoann-Nya kepada beliau, bahwasannya Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda : janganlah kalian sholat menghadap kuburan dan jangan duduk di atasnya (HR. Muslim).

Maksudnya menghadap kepadanya karena termasuk bentuk-bentuk pengagungan/pengkramatan sampai tinggkat layaknya objek peribadatan. Kalau pelakunya benar-benar mengagungkan kuburan/penghuni kuburan tersebut dengan perbuatannya tersebut maka pelakunya terjatuh kedalam kekafiran karena menyekutukan Alloh dalam beribadah, dan menyerupai perbuatan tersebut sekalipun tetap di haramkan juga.

Dari Ibnu Abbas semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepada beliau, secara marfu’ berkata : Janganlah kalian sholat menghadap kuburan dan jangan sholat di atasnya.

Di sana banyak juga hadist-hadist yang melarang kuburan sebagai ‘Ied, maknanya yaitu tempat yang senatiasa di kunjungi, sebagai tempat berkumpul dan di selenggarakan seremonial ibadah.

Seperti dalam hadits Abu Hurairoh semoga Alloh melimpahkan keridhoan-Nya kepada beliau, bahwasanya Nabi shollallohu ‘alaihi wa Sallam bersabda : janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan jadikan kuburanku sebagai ‘Ied, dan bersholawatlah untukku , sesungguhnya sholawat kalian sampai kepadaku di mana saja kalian berada.

Kalau kuburan Nabi saja harus seperti itu di perlakukannya, padahal kuburan beliau adalah kuburan yang paling mulia di muka bumi maka bagaimana dengan kuburan-kuburan manusia yang yainnya,….tentunya itu adalah perbuatan berlebih-lebihan dan melampai batasan syara’.

Hadist-hadist ini semuannya shoheh dan mutawatir dari Nabi shollalllohu ‘alaihi wa Sallam, larangan dalam berbagai bentuk larangan juga dengan kesepakatan seluruh sahabat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam dan ulama-ulama setelah mereka yang merupakan pendahulu umat ini yang sholih dan memua kaum muslimin yang mengikuti konsep beragama mereka, mengharamkan membangun masjid atau ruangan, rumah-rumahan, gedung, kubah di atas kuburan dan membangunnya.

Termasuk yang di sepakati keharamannya oleh para ulama adalah memberi penerangan dengan lampu-lampu, meninggikan kuburan lebih dari sejengkal dengan tanah, batu atau yang lainnya.

Juga mencium, memeluk kuburan, mengusap-usap, mengambil debu atau tanahnya untuk mendapat barohkah darinya. Menempelkan perut atau punggung, dan yang benar (kalau pun di perbolehkan untuk berziarah), maka dengan menjaga jarak, tidak terlalu dekat sebagai mana berkunjung kepada tokoh-tokoh agama ketika semasa hidupnya.Inilah yang benar.

Inilah yang dikatakan oleh para ulama, dan inilah yang mereka praktekkan, hendaknya kita dan seluruh kaum muslimin tidak tertipu dangan perbuatan kebanyakan orang-orang awam tentang agama meski di gelari oleh pengikutnya dengan habib, gus, kyai dan para pengikutnya berupa penyimpangan-penyimpangn berbahaya, sampai-sampai tidak ada kuburan yang di keramatkan pun yang sepi dari pengunjung, untuk mencari berkah, pesugihan bahkan ada juga ritual seks terbuka ,bukan dengan pasangan yang sah, bahkan itulah persyaratan yang harus di penuhi demi terpenuhinya hajat.

Wallohu’alam.

(Di terjemahkan dan di beri tambahan seperlunya dadi kitab Tahdiib Tashiil Al-Aqidah Al Islamiyah. Dr. Abdullah bin AbdulAziz Al Jibrin).

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar