Kenapa seseorang mau menjadi ateis? Dan inilah poin pertama yang ingin kusampaikan pada kalian, bahwa ateisme adalah sebuah pengakuan yang tegas. Seorang agnostik adalah orang yang mengatakan “aku tidak tahu apakah ada Tuhan atau tidak. Mungkin ada Tuhan atau mungkin tidak ada Tuhan, aku tidak tahu. Bukti-buktinya tidak cukup meyakinkanku.” Tapi seorang ateis berbeda. Seorang ateis menyatakan bahwa Tuhan tidak ada. Para ateis menyatakan bahwa dia TAHU tahu bahwa Tuhan tidak ada.
Dan apa dasar dari pengetahuan ini? Apa dasar dari klaim ini? Apa yang membuat ateis menyatakan bahwa Tuhan tidak ada,, apa yang membuat mereka menganut paham ini
Seorang teman baik yang juga teman kampusku, Hamza Tzortzis, kita menjulukinya “Aristoteles Muslim.” Kita memanggilnya begitu, karena dia berasal dari Yunani dan juga seorang muallaf, dan dia juga sangat luas pengetahuannya dalam bidang filosofi. Dan dia telah melakukan banyak debat dengan para ateis-ateis TERKENAL di dunia, termasuk Ed Buckner, yang merupakan kepala “Humanist and Atheist Society” di Amerika Serikat, Dan Barker yang merupakan mantan pendeta Kristen, yang sekarang mengubah Kekristenan-nya menjadi ateis, dan banyak ateis-ateis lain yang telah Hamza debat, semuanya adalah debat publik dan kau dapat melihat debat ini di website kami, kau dapat mengikuti link ke debat tersebut dan menontonnya jika ini adalah topik yang menarik bagimu.
Apa yang Hamza simpulkan dan ini sama dengan apa yang saya simpulkan setelah bertahun-tahun memberikan dakwah, bahwa hampir seluruh orang yang ateis adalah bukan ateis karena ateisme terasa masuk akal. Bahkan kalian cukup menonton beberapa debat Hamza dengan ateis-ateis yang terkenal di dunia ini, maka kau akan sangat kecewa karena ateisme entah bagaimana berhasil meyakinkan banyak orang. Padahal ateisme adalah sebuah pilihan yang tidak didasari akal sehat, tapi entah mengapa, para peneliti dan golongan akademis percaya pada ateisme. Jadi banyak orang pada masa sekarang, bayangkanlah bahwa hampir semua ilmuwan adalah ateis.
Karena telah meneliti argumen-argumen dari para ateis, aku telah menyimpulkan bahwa sebenarnya para ilmuwan dan cendekiawan yang mengaku sebagai ateis tidak didukung dengan bukti-bukti yang masuk akal. Aku dan Hamza telah menyimpulkan bahwa hampir semua ateis, memilih ateisme sebagai pandangan hidupnya karena alasan emosional, bukan karena alasan yang masuk akal. Argumen mereka adalah argumen emosional bukan argumen yang rasional.
Dan saya pikir, dua alasan yang paling utama mengapa seseorang menjadi ateis adalah:
Alasan pertama, orang itu merasa bahwa Tuhan telah mengecewakan mereka. Melalui pengalamanku dan Hamza, banyak orang-orang yang dulunya religius menjadi ateis karena mereka merasa Tuhan telah membiarkan mereka jatuh. “Dulu aku sering berdoa, aku seorang yang religius yang beriman pada Tuhan. Namun kemudian suatu musibah datang dalam hidupku, betapa teganya Tuhan melakukan hal ini padaku. Bagaimana mungkin Tuhan diam saja dan membiarkanku menghadapi kesulitan ini? Dia seharusnya menyelamatkan dan menolongku.” Dengan kata lain, mereka merasakan kesulitan dalam hidup mereka dan mungkin mereka merasa bahwa mereka begitu spesial dan Tuhan harus menjaga mereka. Dan ini tentu saja datang karena dia salah memahami Tuhan dan hubungan antara seorang manusia dengan Tuhan.
Kita sebagai umat muslim tahu, bahwa hidup adalah ujian. Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam Alqur’an, Allah memberitahu kita “Aku telah menciptakan kehidupan dan Aku telah menciptakan kematian, kecuali hal itu adalah ujian untuk melihat siapa diantara kalian yang paling baik sikapnya.” Dan Allah bersifat Aziz (Yang Maha Kuasa), juga bersifat Ghoffur (Yang Maha Pengampun).
Jadi, hidup ini adalah ujian. Tentu saja dalam ujian itu akan ada kesukaran, penyakit dan sebagainya. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman “Apakah kalian pikir Aku akan membiarkan kalian mengatakan bahwa kalian beriman tanpa menguji kalian? Seperti Kami menguji orang-orang sebelum kalian.” Jadi kita akan diuji. Bahkan, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda bahwa Allah menguji seseorang yang dicintai-Nya. Dan seseorang yang paling dicintai-Nya akan diuji dengan ujian terberat. Karena melalui proses inilah kita menjadi lebih baik. Itulah cara kita belajar untuk memperbaiki diri. Ujian ini seperti pembentukan karakter dan kepribadian kita Layaknya proses pemurnian sebuah besi, untuk menghasilkan besi yang murni, kau harus mengekstrak besi itu dari kotoran yang menutupinya.
Jadi banyak ateis yang beranggapan bahwa “Jika Tuhan itu memang benar ada, maka bagaimana mungkin dia membiarkan musibah ini terjadi padaku?” Tapi ini tak masuk akal, ini hanya didasarkan emosi.
Jadi aku akan membahas mengenai keadaan alam bawah sadar manusia jadi kita akan melihat bahwa ada argumen yang sangat-sangat kuat, sebuah alasan yang sangat bagus untuk mempercayai bahwa jagat raya ini mempunyai Pencipta. Dan Insya Allah, kita akan meneliti beberapa argumen dari orang-orang ateis dan kita akan mencari tahu bahwa argumen mereka sama sekali bukanlah argumen yang kuat.
Oke, sebelum kita membahas hal itu, aku ingin mengatakan satu hal. Percaya pada Tuhan sebenarnya merupakan naluri alami seorang manusia. Menjadi ateis adalah suatu keputusan seseorang yang melawan kodrat dan nalurinya sendiri. Manusia secara alami terlahir sebagai orang yang beriman pada Sang Pencipta, tapi lingkungan dan keadaan tempat tinggalnya-lah yang membuatnya jauh dari beriman kepada Tuhan. Ateisme adalah pernyataan yang dibuat-buat dan tidak alami.
Alasan kedua kenapa seseorang menjadi ateis adalah karena mereka tidak suka hidup dalam aturan selain aturan yang dibuat mereka sendiri. Mereka tidak suka mempertanggung jawabkan perbuatan mereka. Mereka tidak suka pada kewajiban-kewajiban ibadah yang harus dilakukan seorang manusia, serta larangan-larangan dari Sang Pencipta. Dengan kata lain, para ateis menyukai kebebasan yang semu.
Juga ada banyak alasan yang lainnya, ada terutama jika dilihat dari sisi sejarah, yaitu konflik antara gereja Katholik Roma dan ilmu pengetahuan, karena banyak para ilmuwan masa lalu yang dibunuh karena ilmu pengetahuan bertentangan dengan dogma-dogma gereja. Contohnya. Galileo Galilei diperlakukan dengan tidak adil oleh gereja dan hal ini menandakan bahwa gereja Katholik bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Dan gereja tidak memberikan para ilmuwan kebebasan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan teori-teori berbeda.
Dan bagi kita sebagai umat muslim, itu hanya sebuah cerita sampingan bagi kita. Karena tentu saja dalam peradaban Islam, tidak ada konflik antara ilmu pengetahuan dan agama. Dalam peradaban kita, bahkan ilmu pengetahuan sangat dianjurkan untuk dieksplorasi. Bahkan menurut beberapa sarjana dan kaum intelek Barat, proses ilmu pengetahuan yang disebut metodologi ilmu pengetahuan merupakan produk umat muslim dan diperkenalkan oleh umat muslim. Dan orang-orang Barat belajar mengenai metodologi ilmu pengetahuan dari para muslim.
Tapi anggapan bahwa sebagian besar ilmuwan adalah orang-orang ateis adalah tidak benar. Itu sungguh tidak benar. Faktanya, jika kau melihat pada sebagian peneliti besar dalam ilmu pengetahuan, seperti Albert Einstein, sangat jelas bahwa dia percaya pada keberadaan Sang Pencipta. Hal ini terlihat jelas dari tulisan-tulisan Albert Einstein dan ucapannya. Isaac Newton, yang merupakan salah satu ilmuwan jenius juga percaya akan adanya Tuhan. Dan bahkan Charles Darwin, pada masa-masa awal kehidupannya, dia juga percaya bahwa Tuhan itu ada. Setelah sekian lama, barulah dia menyatakan keraguannya tentang keberadaan Tuhan. Jadi anggapan bahwa komunitas ilmuwan adalah komunitas ateis sama sekali tidak tepat.
Dan sekarang, yang ingin kulakukan adalah meneliti beberapa argumen yang dinyatakan oleh orang-orang yang percaya bahwa Sang Pencipta benar-benar ada.
Salah satu penelitian besar baru saja dilakukan di Oxford University oleh komunitas Anthropology and Mind yang menghabiskan 1,98 juta poundsterling untuk penelitian ini, ada sekitar 60 universitas di seluruh dunia yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Jadi ini adalah penelitian yang benar-benar besar dalam ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi manusia dan antropologi.
Dan setelah sekian tahun, mereka menyimpulkan bahwa percaya bahwa Tuhan itu ada, percaya pada suatu agama dan percaya akan adanya alam akhirat bukanlah sesuatu yang diajarkan orangtua kita. Ini semua merupakan naluri alami manusia. Bahkan, proses berpikir manusia dibentuk oleh hal-hal religius.
Ini sangat penting, karena ini sama persis seperti yang Islam ajarkan, bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Dengan kata lain, setiap manusia secara alami menyembah Tuhan sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad S.A.W. Dan Nabi Muhammad S.A.W. bersabda bahwa orangtua kitalah yang membuat kita menjauh dari naluri alami untuk menyembah Tuhan, sehingga membuat kita mengikuti agama lain atau menjadi ateis. Jadi inilah sifat alami manusia.
Dan kita mempunyai kecerdasan, sedangkan binatang bergantung pada insting. Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akalnya. Kita mempunyai kemampuan untuk berpikir, namun binatang bergantung pada insting.
Dan kita juga punya gerak reflek, sebagai contoh jika aku memegang sesuatu yang panas, maka aku tidak perlu berpikir, tidak ada proses yang terjadi dalam otakku, misalnya otakku mengirim sinyal bahwa "benda ini sangat panas, aku harus menjatuhkannya.” Kau menjatuhkan benda panas itu secara insting. Inilah gerakan reflek. Ini sesuatu yang tidak masuk akal tapi merupakan bagian dari diri kita.
Untuk tetap memegang sesuatu yang panas, kau harus melatih dirimu, kau harus melawan gerakan reflekmu dan memaksa diri untuk tetap memegang benda yang panas itu. Jadi inilah hal unik dalam diri manusia. Kesadaran, kemampuan untuk menggunakan pikiran kita untuk melawan gerak reflek kita. Meskipun begitu, insting kita tetap ada namun kita lawan.
Jadi, kepercayaan kita pada Tuhan juga merupakan insting. Apa buktinya? Ada kejadian yang sangat menarik dimana Richard Dawkins yang merupakan salah satu ateis yang terkenal, baru-baru ini diwawancara di dalam acara TV. Pada saat sesi perkenalan, dia mengatakan, “Hampir seluruh umat Kristen tidak tahu apapun tentang Bible mereka. Mereka tidak tahu tentang kitab mereka.” Lalu pembawa acara mengatakan “Oh jadi begitu ya. Tuan Dawkins, kau adalah fans berat Darwin kan?” “Tentu saja, karena Darwin orang yang sangat penting.” “Dapatkah kau memberitahuku judul penuh dari bukunya yaitu The Origin of the Species?” Richard Dawkins berkata “Umm.... ya Tuhan! Aku tidak hafal.” Dia mengatakan "ya Tuhan!" Jadi kita lihat orang ateis yang terkenal ini, ketika dia berada dalam situasi sulit, maka dia mengatakan “ya Tuhan!”, seakan-akan dia ingin berkata “ya Tuhan, tolong aku, apa yang harus kukatakan?” Jadi ini sebenarnya didasari insting
Allah memberikan contoh dalam Alqur’an tentang sekumpulan orang yang menaiki kapal laut untuk berdagang. Dan ketika berada di lautan ada sebuah badai besar. Dan Allah menjelaskan dalam Alqur’an bagaimana ombak yang sangat besar dan tinggi menerjang mereka, dapatkah kau bayangkan sebuah ombak yang sangat besar ingin menerjangmu? Jadi kebanyakan orang pasti berpikir “Oke, kapal ini akan menyelamatkanku karena kapalnya terbuat dari bahan yang bagus." atau mereka berpikir bahwa “kapten kapal akan menyelamatkanku.” Namun ketika kapalnya mulai hancur, mulai terpotong-potong dan arus menghanyutkan sang kapten kapal, apa yang mereka lakukan? Mereka mulai memanggil Sang Pencipta, mereka mulai berkata “Ya Tuhan selamatkan kami!"
Ketika mereka berkata ”Ya Tuhan”, sebutannya tidak penting, apakah mereka akan mengatakan Tuhan, Allah, Buddha, Zeus, Yesus, atau apapun. Sebutannya tidak penting, tapi konsepnya yang penting. Dalam pikiran mereka masing-masing, mereka memanggil Sesuatu yang mereka tahu secara naluriah mempunyai kuasa atas sesuatunya di jagat raya. Itulah Satu-satunya yang mereka panggil.
Secara naluriah, mereka tahu bahwa Sesuatu itu ada, Sesuatu yang dapat menyelamatkan mereka, Yang mempunyai kekuatan dan kuasa untuk menyelamatkan mereka dari kesulitan. Inilah poin pentingnya. Karena Sesuatu yang mereka panggil secara naluriah ini bukanlah bagian dari jagat raya dan tidak diciptakan oleh jagat raya, Yang mempunyai kuasa atas segala hal. Siapa lagi Sesuatu itu kalau bukan Allah, yang merupakan Sang Pencipta, yang memiliki kuasa atas segala sesuatu? Jadi pengetahuan insting ini telah terbukti secara ilmiah sebagai bagian intrinsik dari proses berpikir manusia.
Jadi ini sangat penting, karena sebenarnya kita hampir dapat selesai disana, kita dapat mengatakan ke ateis manapun, “Sebenarnya kau tahu dalam batinmu bahwa Tuhan itu ada. Kau mengetahuinya, itu ada dalam nalurimu. Setiap ateis mengetahuinya dan inilah kenyataannya."
Namun jika Tuhan itu ada, mengapa ada anak-anak yang sekarat, wanita-wanita yang sekarat, ada gempa bumi, ada penyakit, kenapa Tuhan yang Maha Penyayang membiarkan semua ini? Bagaimana mungkin Dia membiarkan semua ini terjadi? Meski begitu, kita seharusnya sadar bahwa ateisme bukanlah pernyataan yang logis. Ateisme hanyalah pernyataan yang didasari emosi. Karena alasan untuk percaya bahwa jagat raya mempunyai Sang Pencipta sudah begitu jelas, karena kita hidup dalam jagat raya yang begitu rapi dan sistematis. Ketika kita melihat sesuatu yang terorganisir dan sistematis, maka begitu masuk akal untuk menyimpulkan bahwa ada kekuatan, kuasa, dan kecerdasan di baliknya.
Jadi adanya penderitaan tidak ada hubungannya dengan apakah Tuhan itu memang ada atau tidak. Sebenarnya yang jadi pertanyaan adalah, “Kenapa Tuhan membiarkan kesusahan dan penderitaan terjadi?” Karena adanya penderitaan dan kesusahan tidak membuktikan apakah ada Tuhan atau tidak, dan satu-satunya cara kita menjawab pertanyaan itu adalah ketika Tuhan berfirman kepada kita.
Faktanya, pertanyaan itu sendiri menuntun akal sehat kita untuk menyimpulkan bahwa kita butuh wahyu dari-Nya. Kita butuh Tuhan untuk memberitahu kita “Kenapa dia menciptakan penderitaan di dunia ini? Apa tujuan hidup kita? Apa alasan kita diciptakan?”
Jadi pertanyaan adanya kejahatan dan penderitaan adalah pertanyaan yang menuntun kita untuk percaya. "Ya Tuhan, mengapa Kau membiarkan hal ini terjadi?" Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan Tuhan mewahyukan petunjuk kepada kita
Dan ngomong-ngomong Insya Allah, mungkin kita bisa membahas sisa pembahasan dalam sesi tanya jawab, Jazakallahu Khair Assalammualaikum Wr. Wb.
Sesi Tanya Jawab
Assalammualaikum. Pertanyaan saya adalah: Semua orang tahu bahwa Tuhan itu Maha Adil. Tapi ketika saya berbicara dengan teman ateis saya, pertanyaan yang tidak dapat saya jawab adalah dimana letak keadilannya? Karena ada sebagian orang yang terlahir dari keluarga muslim sedangkan orang lain terlahir dalam keluarga ateis. Jadi dia mengatakan "Aku terlahir dari keluarga penganut ateis, jadi pesan-pesan Tuhan tidak sampai kepadaku. Dengan begitu, Dia tidak adil karena ada orang yang dilahirkan dari keluarga yang religius sehingga pesan Tuhan sampai pada mereka, dan ada orang yang dilahirkan dari keluarga ateis sepertiku sehingga Tuhan tidak adil karena Dia tidak menyampaikan pesannya kepadaku."
Wa'alaikumsalam. Pertama-tama saudariku, menurutku jawabannya cukup jelas karena kau sudah berbicara dengan orang itu, dengan begitu kau memberikan mereka kesempatan untuk berubah dan menerima kenyataan. Bagaimana mungkin mereka mengeluh tentang pesan Tuhan tidak sampai kepada mereka, sementara kau adalah seseorang yang menyampaikan pesan Tuhan pada mereka?
Dan inilah hal yang benar-benar ingin aku sampaikan, aku benci untuk menggeneralisasi sekumpulan orang, tapi sejujurnya banyak dari para ateis adalah orang-orang yang sombong. Ketika kau mulai berdiskusi dengan mereka, maka kau akan melihatnya, kau memberikan pada mereka jawaban yang sangat masuk akal namun mereka menjawab dengan jawaban yang PALING TIDAK MASUK AKAL. Tapi mereka mengaku bahwa sebagai orang-orang yang berpikir. Aku juga sangat menganjurkan, agar kau memberikan teman ateismu sebuah buku, minta mereka untuk baca buku “The Man in the Red Underpants” Minta mereka untuk membacanya dan lihat apakah mereka dapat menjawabnya dan kau juga harus membacanya, Insya Allah buku ini benar-benar bermanfaat, karena permulaan bukunya membicarakan tentang masalah keberadaan Tuhan.
Poin lain yang ingin kusampaikan adalah mengenai "fitrah manusia." Kita percaya bahwa manusia mempunyai pengetahuan naluriah. Ateisme tidak masuk akal, dan ini telah dilakukan oleh Institusi Oxford dalam bidang antropologi dan psikologi dengan menghabiskan 1,96 juta poundsterling, melibatkan 60 universitas di seluruh dunia, termasuk di Cina, yang merupakan negara komunis yang mayoritas penduduknya tidak percaya adanya Tuhan, mereka mengetes anak-anak di Cina dan mereka menanyakan mereka. Dan yang mengejutkan adalah, mereka percaya adanya Tuhan dan mereka percaya akan adanya alam akhirat. Jadi bahkan dalam komunitas ateis, anak-anak masih percaya pada konsep dasar yang alami ini. Dan inilah salah satu alasan mengapa Oxford University menyimpulkan bahwa percaya pada Tuhan, percaya pada agama, dan percaya pada alam akhirat sebenarnya kepercayaan instingtif yang alami dalam manusia.
Jadi alasan utama mengapa seseorang memilih menjadi ateis adalah karena sesuatu yang buruk terjadi pada hidup mereka dan mereka berpikir “Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan hal ini terjadi padaku?” atau mereka tidak mau hidup dalam aturan. Itu saja, mereka tidak mau ada aturan dalam hidup mereka. Mereka ingin melakukan apapun tanpa merasakan adanya tanggung jawab.
Mungkin ada alasan-alasan yang lain dan beberapa ateis memang benar-benar bingung. Dan kadang mereka bertanya “agama telah membuat begitu banyak perang, bagaimana mungkin agama menjadi benar, karena agama telah membawa banyak peperangan dan banyak masalah?” Ngomong-ngomong, apakah ini argumen yang masuk akal? Pikirkan tentang itu. Apakah ini argumen yang masuk akal? Ini tidak masuk akal. Karena kau masih dapat mengatakan, aku tidak menyatakan demikian adanya, tapi jawaban yang lebih logisnya adalah dengan berkata “Mungkin Tuhan menyukai perang.” Ini semua tidak membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Ini bahkan tidak membuktikan apakah agama benar atau tidak. Apa dasar mereka untuk berkata karena agama menyebabkan perang, maka agama tidak benar? Apa dasarnya? Itu argumen yang tidak masuk akal, hanya didasarkan pada emosi.
Dan apa dasar dari pengetahuan ini? Apa dasar dari klaim ini? Apa yang membuat ateis menyatakan bahwa Tuhan tidak ada,, apa yang membuat mereka menganut paham ini
Seorang teman baik yang juga teman kampusku, Hamza Tzortzis, kita menjulukinya “Aristoteles Muslim.” Kita memanggilnya begitu, karena dia berasal dari Yunani dan juga seorang muallaf, dan dia juga sangat luas pengetahuannya dalam bidang filosofi. Dan dia telah melakukan banyak debat dengan para ateis-ateis TERKENAL di dunia, termasuk Ed Buckner, yang merupakan kepala “Humanist and Atheist Society” di Amerika Serikat, Dan Barker yang merupakan mantan pendeta Kristen, yang sekarang mengubah Kekristenan-nya menjadi ateis, dan banyak ateis-ateis lain yang telah Hamza debat, semuanya adalah debat publik dan kau dapat melihat debat ini di website kami, kau dapat mengikuti link ke debat tersebut dan menontonnya jika ini adalah topik yang menarik bagimu.
Apa yang Hamza simpulkan dan ini sama dengan apa yang saya simpulkan setelah bertahun-tahun memberikan dakwah, bahwa hampir seluruh orang yang ateis adalah bukan ateis karena ateisme terasa masuk akal. Bahkan kalian cukup menonton beberapa debat Hamza dengan ateis-ateis yang terkenal di dunia ini, maka kau akan sangat kecewa karena ateisme entah bagaimana berhasil meyakinkan banyak orang. Padahal ateisme adalah sebuah pilihan yang tidak didasari akal sehat, tapi entah mengapa, para peneliti dan golongan akademis percaya pada ateisme. Jadi banyak orang pada masa sekarang, bayangkanlah bahwa hampir semua ilmuwan adalah ateis.
Karena telah meneliti argumen-argumen dari para ateis, aku telah menyimpulkan bahwa sebenarnya para ilmuwan dan cendekiawan yang mengaku sebagai ateis tidak didukung dengan bukti-bukti yang masuk akal. Aku dan Hamza telah menyimpulkan bahwa hampir semua ateis, memilih ateisme sebagai pandangan hidupnya karena alasan emosional, bukan karena alasan yang masuk akal. Argumen mereka adalah argumen emosional bukan argumen yang rasional.
Dan saya pikir, dua alasan yang paling utama mengapa seseorang menjadi ateis adalah:
Alasan pertama, orang itu merasa bahwa Tuhan telah mengecewakan mereka. Melalui pengalamanku dan Hamza, banyak orang-orang yang dulunya religius menjadi ateis karena mereka merasa Tuhan telah membiarkan mereka jatuh. “Dulu aku sering berdoa, aku seorang yang religius yang beriman pada Tuhan. Namun kemudian suatu musibah datang dalam hidupku, betapa teganya Tuhan melakukan hal ini padaku. Bagaimana mungkin Tuhan diam saja dan membiarkanku menghadapi kesulitan ini? Dia seharusnya menyelamatkan dan menolongku.” Dengan kata lain, mereka merasakan kesulitan dalam hidup mereka dan mungkin mereka merasa bahwa mereka begitu spesial dan Tuhan harus menjaga mereka. Dan ini tentu saja datang karena dia salah memahami Tuhan dan hubungan antara seorang manusia dengan Tuhan.
Kita sebagai umat muslim tahu, bahwa hidup adalah ujian. Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam Alqur’an, Allah memberitahu kita “Aku telah menciptakan kehidupan dan Aku telah menciptakan kematian, kecuali hal itu adalah ujian untuk melihat siapa diantara kalian yang paling baik sikapnya.” Dan Allah bersifat Aziz (Yang Maha Kuasa), juga bersifat Ghoffur (Yang Maha Pengampun).
Jadi, hidup ini adalah ujian. Tentu saja dalam ujian itu akan ada kesukaran, penyakit dan sebagainya. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman “Apakah kalian pikir Aku akan membiarkan kalian mengatakan bahwa kalian beriman tanpa menguji kalian? Seperti Kami menguji orang-orang sebelum kalian.” Jadi kita akan diuji. Bahkan, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda bahwa Allah menguji seseorang yang dicintai-Nya. Dan seseorang yang paling dicintai-Nya akan diuji dengan ujian terberat. Karena melalui proses inilah kita menjadi lebih baik. Itulah cara kita belajar untuk memperbaiki diri. Ujian ini seperti pembentukan karakter dan kepribadian kita Layaknya proses pemurnian sebuah besi, untuk menghasilkan besi yang murni, kau harus mengekstrak besi itu dari kotoran yang menutupinya.
Jadi banyak ateis yang beranggapan bahwa “Jika Tuhan itu memang benar ada, maka bagaimana mungkin dia membiarkan musibah ini terjadi padaku?” Tapi ini tak masuk akal, ini hanya didasarkan emosi.
Jadi aku akan membahas mengenai keadaan alam bawah sadar manusia jadi kita akan melihat bahwa ada argumen yang sangat-sangat kuat, sebuah alasan yang sangat bagus untuk mempercayai bahwa jagat raya ini mempunyai Pencipta. Dan Insya Allah, kita akan meneliti beberapa argumen dari orang-orang ateis dan kita akan mencari tahu bahwa argumen mereka sama sekali bukanlah argumen yang kuat.
Oke, sebelum kita membahas hal itu, aku ingin mengatakan satu hal. Percaya pada Tuhan sebenarnya merupakan naluri alami seorang manusia. Menjadi ateis adalah suatu keputusan seseorang yang melawan kodrat dan nalurinya sendiri. Manusia secara alami terlahir sebagai orang yang beriman pada Sang Pencipta, tapi lingkungan dan keadaan tempat tinggalnya-lah yang membuatnya jauh dari beriman kepada Tuhan. Ateisme adalah pernyataan yang dibuat-buat dan tidak alami.
Alasan kedua kenapa seseorang menjadi ateis adalah karena mereka tidak suka hidup dalam aturan selain aturan yang dibuat mereka sendiri. Mereka tidak suka mempertanggung jawabkan perbuatan mereka. Mereka tidak suka pada kewajiban-kewajiban ibadah yang harus dilakukan seorang manusia, serta larangan-larangan dari Sang Pencipta. Dengan kata lain, para ateis menyukai kebebasan yang semu.
Juga ada banyak alasan yang lainnya, ada terutama jika dilihat dari sisi sejarah, yaitu konflik antara gereja Katholik Roma dan ilmu pengetahuan, karena banyak para ilmuwan masa lalu yang dibunuh karena ilmu pengetahuan bertentangan dengan dogma-dogma gereja. Contohnya. Galileo Galilei diperlakukan dengan tidak adil oleh gereja dan hal ini menandakan bahwa gereja Katholik bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Dan gereja tidak memberikan para ilmuwan kebebasan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan teori-teori berbeda.
Dan bagi kita sebagai umat muslim, itu hanya sebuah cerita sampingan bagi kita. Karena tentu saja dalam peradaban Islam, tidak ada konflik antara ilmu pengetahuan dan agama. Dalam peradaban kita, bahkan ilmu pengetahuan sangat dianjurkan untuk dieksplorasi. Bahkan menurut beberapa sarjana dan kaum intelek Barat, proses ilmu pengetahuan yang disebut metodologi ilmu pengetahuan merupakan produk umat muslim dan diperkenalkan oleh umat muslim. Dan orang-orang Barat belajar mengenai metodologi ilmu pengetahuan dari para muslim.
Tapi anggapan bahwa sebagian besar ilmuwan adalah orang-orang ateis adalah tidak benar. Itu sungguh tidak benar. Faktanya, jika kau melihat pada sebagian peneliti besar dalam ilmu pengetahuan, seperti Albert Einstein, sangat jelas bahwa dia percaya pada keberadaan Sang Pencipta. Hal ini terlihat jelas dari tulisan-tulisan Albert Einstein dan ucapannya. Isaac Newton, yang merupakan salah satu ilmuwan jenius juga percaya akan adanya Tuhan. Dan bahkan Charles Darwin, pada masa-masa awal kehidupannya, dia juga percaya bahwa Tuhan itu ada. Setelah sekian lama, barulah dia menyatakan keraguannya tentang keberadaan Tuhan. Jadi anggapan bahwa komunitas ilmuwan adalah komunitas ateis sama sekali tidak tepat.
Dan sekarang, yang ingin kulakukan adalah meneliti beberapa argumen yang dinyatakan oleh orang-orang yang percaya bahwa Sang Pencipta benar-benar ada.
Salah satu penelitian besar baru saja dilakukan di Oxford University oleh komunitas Anthropology and Mind yang menghabiskan 1,98 juta poundsterling untuk penelitian ini, ada sekitar 60 universitas di seluruh dunia yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Jadi ini adalah penelitian yang benar-benar besar dalam ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi manusia dan antropologi.
Dan setelah sekian tahun, mereka menyimpulkan bahwa percaya bahwa Tuhan itu ada, percaya pada suatu agama dan percaya akan adanya alam akhirat bukanlah sesuatu yang diajarkan orangtua kita. Ini semua merupakan naluri alami manusia. Bahkan, proses berpikir manusia dibentuk oleh hal-hal religius.
Ini sangat penting, karena ini sama persis seperti yang Islam ajarkan, bahwa setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah (suci). Dengan kata lain, setiap manusia secara alami menyembah Tuhan sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad S.A.W. Dan Nabi Muhammad S.A.W. bersabda bahwa orangtua kitalah yang membuat kita menjauh dari naluri alami untuk menyembah Tuhan, sehingga membuat kita mengikuti agama lain atau menjadi ateis. Jadi inilah sifat alami manusia.
Dan kita mempunyai kecerdasan, sedangkan binatang bergantung pada insting. Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akalnya. Kita mempunyai kemampuan untuk berpikir, namun binatang bergantung pada insting.
Dan kita juga punya gerak reflek, sebagai contoh jika aku memegang sesuatu yang panas, maka aku tidak perlu berpikir, tidak ada proses yang terjadi dalam otakku, misalnya otakku mengirim sinyal bahwa "benda ini sangat panas, aku harus menjatuhkannya.” Kau menjatuhkan benda panas itu secara insting. Inilah gerakan reflek. Ini sesuatu yang tidak masuk akal tapi merupakan bagian dari diri kita.
Untuk tetap memegang sesuatu yang panas, kau harus melatih dirimu, kau harus melawan gerakan reflekmu dan memaksa diri untuk tetap memegang benda yang panas itu. Jadi inilah hal unik dalam diri manusia. Kesadaran, kemampuan untuk menggunakan pikiran kita untuk melawan gerak reflek kita. Meskipun begitu, insting kita tetap ada namun kita lawan.
Jadi, kepercayaan kita pada Tuhan juga merupakan insting. Apa buktinya? Ada kejadian yang sangat menarik dimana Richard Dawkins yang merupakan salah satu ateis yang terkenal, baru-baru ini diwawancara di dalam acara TV. Pada saat sesi perkenalan, dia mengatakan, “Hampir seluruh umat Kristen tidak tahu apapun tentang Bible mereka. Mereka tidak tahu tentang kitab mereka.” Lalu pembawa acara mengatakan “Oh jadi begitu ya. Tuan Dawkins, kau adalah fans berat Darwin kan?” “Tentu saja, karena Darwin orang yang sangat penting.” “Dapatkah kau memberitahuku judul penuh dari bukunya yaitu The Origin of the Species?” Richard Dawkins berkata “Umm.... ya Tuhan! Aku tidak hafal.” Dia mengatakan "ya Tuhan!" Jadi kita lihat orang ateis yang terkenal ini, ketika dia berada dalam situasi sulit, maka dia mengatakan “ya Tuhan!”, seakan-akan dia ingin berkata “ya Tuhan, tolong aku, apa yang harus kukatakan?” Jadi ini sebenarnya didasari insting
Allah memberikan contoh dalam Alqur’an tentang sekumpulan orang yang menaiki kapal laut untuk berdagang. Dan ketika berada di lautan ada sebuah badai besar. Dan Allah menjelaskan dalam Alqur’an bagaimana ombak yang sangat besar dan tinggi menerjang mereka, dapatkah kau bayangkan sebuah ombak yang sangat besar ingin menerjangmu? Jadi kebanyakan orang pasti berpikir “Oke, kapal ini akan menyelamatkanku karena kapalnya terbuat dari bahan yang bagus." atau mereka berpikir bahwa “kapten kapal akan menyelamatkanku.” Namun ketika kapalnya mulai hancur, mulai terpotong-potong dan arus menghanyutkan sang kapten kapal, apa yang mereka lakukan? Mereka mulai memanggil Sang Pencipta, mereka mulai berkata “Ya Tuhan selamatkan kami!"
Ketika mereka berkata ”Ya Tuhan”, sebutannya tidak penting, apakah mereka akan mengatakan Tuhan, Allah, Buddha, Zeus, Yesus, atau apapun. Sebutannya tidak penting, tapi konsepnya yang penting. Dalam pikiran mereka masing-masing, mereka memanggil Sesuatu yang mereka tahu secara naluriah mempunyai kuasa atas sesuatunya di jagat raya. Itulah Satu-satunya yang mereka panggil.
Secara naluriah, mereka tahu bahwa Sesuatu itu ada, Sesuatu yang dapat menyelamatkan mereka, Yang mempunyai kekuatan dan kuasa untuk menyelamatkan mereka dari kesulitan. Inilah poin pentingnya. Karena Sesuatu yang mereka panggil secara naluriah ini bukanlah bagian dari jagat raya dan tidak diciptakan oleh jagat raya, Yang mempunyai kuasa atas segala hal. Siapa lagi Sesuatu itu kalau bukan Allah, yang merupakan Sang Pencipta, yang memiliki kuasa atas segala sesuatu? Jadi pengetahuan insting ini telah terbukti secara ilmiah sebagai bagian intrinsik dari proses berpikir manusia.
Jadi ini sangat penting, karena sebenarnya kita hampir dapat selesai disana, kita dapat mengatakan ke ateis manapun, “Sebenarnya kau tahu dalam batinmu bahwa Tuhan itu ada. Kau mengetahuinya, itu ada dalam nalurimu. Setiap ateis mengetahuinya dan inilah kenyataannya."
Namun jika Tuhan itu ada, mengapa ada anak-anak yang sekarat, wanita-wanita yang sekarat, ada gempa bumi, ada penyakit, kenapa Tuhan yang Maha Penyayang membiarkan semua ini? Bagaimana mungkin Dia membiarkan semua ini terjadi? Meski begitu, kita seharusnya sadar bahwa ateisme bukanlah pernyataan yang logis. Ateisme hanyalah pernyataan yang didasari emosi. Karena alasan untuk percaya bahwa jagat raya mempunyai Sang Pencipta sudah begitu jelas, karena kita hidup dalam jagat raya yang begitu rapi dan sistematis. Ketika kita melihat sesuatu yang terorganisir dan sistematis, maka begitu masuk akal untuk menyimpulkan bahwa ada kekuatan, kuasa, dan kecerdasan di baliknya.
Jadi adanya penderitaan tidak ada hubungannya dengan apakah Tuhan itu memang ada atau tidak. Sebenarnya yang jadi pertanyaan adalah, “Kenapa Tuhan membiarkan kesusahan dan penderitaan terjadi?” Karena adanya penderitaan dan kesusahan tidak membuktikan apakah ada Tuhan atau tidak, dan satu-satunya cara kita menjawab pertanyaan itu adalah ketika Tuhan berfirman kepada kita.
Faktanya, pertanyaan itu sendiri menuntun akal sehat kita untuk menyimpulkan bahwa kita butuh wahyu dari-Nya. Kita butuh Tuhan untuk memberitahu kita “Kenapa dia menciptakan penderitaan di dunia ini? Apa tujuan hidup kita? Apa alasan kita diciptakan?”
Jadi pertanyaan adanya kejahatan dan penderitaan adalah pertanyaan yang menuntun kita untuk percaya. "Ya Tuhan, mengapa Kau membiarkan hal ini terjadi?" Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan Tuhan mewahyukan petunjuk kepada kita
Dan ngomong-ngomong Insya Allah, mungkin kita bisa membahas sisa pembahasan dalam sesi tanya jawab, Jazakallahu Khair Assalammualaikum Wr. Wb.
Sesi Tanya Jawab
Assalammualaikum. Pertanyaan saya adalah: Semua orang tahu bahwa Tuhan itu Maha Adil. Tapi ketika saya berbicara dengan teman ateis saya, pertanyaan yang tidak dapat saya jawab adalah dimana letak keadilannya? Karena ada sebagian orang yang terlahir dari keluarga muslim sedangkan orang lain terlahir dalam keluarga ateis. Jadi dia mengatakan "Aku terlahir dari keluarga penganut ateis, jadi pesan-pesan Tuhan tidak sampai kepadaku. Dengan begitu, Dia tidak adil karena ada orang yang dilahirkan dari keluarga yang religius sehingga pesan Tuhan sampai pada mereka, dan ada orang yang dilahirkan dari keluarga ateis sepertiku sehingga Tuhan tidak adil karena Dia tidak menyampaikan pesannya kepadaku."
Wa'alaikumsalam. Pertama-tama saudariku, menurutku jawabannya cukup jelas karena kau sudah berbicara dengan orang itu, dengan begitu kau memberikan mereka kesempatan untuk berubah dan menerima kenyataan. Bagaimana mungkin mereka mengeluh tentang pesan Tuhan tidak sampai kepada mereka, sementara kau adalah seseorang yang menyampaikan pesan Tuhan pada mereka?
Dan inilah hal yang benar-benar ingin aku sampaikan, aku benci untuk menggeneralisasi sekumpulan orang, tapi sejujurnya banyak dari para ateis adalah orang-orang yang sombong. Ketika kau mulai berdiskusi dengan mereka, maka kau akan melihatnya, kau memberikan pada mereka jawaban yang sangat masuk akal namun mereka menjawab dengan jawaban yang PALING TIDAK MASUK AKAL. Tapi mereka mengaku bahwa sebagai orang-orang yang berpikir. Aku juga sangat menganjurkan, agar kau memberikan teman ateismu sebuah buku, minta mereka untuk baca buku “The Man in the Red Underpants” Minta mereka untuk membacanya dan lihat apakah mereka dapat menjawabnya dan kau juga harus membacanya, Insya Allah buku ini benar-benar bermanfaat, karena permulaan bukunya membicarakan tentang masalah keberadaan Tuhan.
Poin lain yang ingin kusampaikan adalah mengenai "fitrah manusia." Kita percaya bahwa manusia mempunyai pengetahuan naluriah. Ateisme tidak masuk akal, dan ini telah dilakukan oleh Institusi Oxford dalam bidang antropologi dan psikologi dengan menghabiskan 1,96 juta poundsterling, melibatkan 60 universitas di seluruh dunia, termasuk di Cina, yang merupakan negara komunis yang mayoritas penduduknya tidak percaya adanya Tuhan, mereka mengetes anak-anak di Cina dan mereka menanyakan mereka. Dan yang mengejutkan adalah, mereka percaya adanya Tuhan dan mereka percaya akan adanya alam akhirat. Jadi bahkan dalam komunitas ateis, anak-anak masih percaya pada konsep dasar yang alami ini. Dan inilah salah satu alasan mengapa Oxford University menyimpulkan bahwa percaya pada Tuhan, percaya pada agama, dan percaya pada alam akhirat sebenarnya kepercayaan instingtif yang alami dalam manusia.
Jadi alasan utama mengapa seseorang memilih menjadi ateis adalah karena sesuatu yang buruk terjadi pada hidup mereka dan mereka berpikir “Bagaimana mungkin Tuhan membiarkan hal ini terjadi padaku?” atau mereka tidak mau hidup dalam aturan. Itu saja, mereka tidak mau ada aturan dalam hidup mereka. Mereka ingin melakukan apapun tanpa merasakan adanya tanggung jawab.
Mungkin ada alasan-alasan yang lain dan beberapa ateis memang benar-benar bingung. Dan kadang mereka bertanya “agama telah membuat begitu banyak perang, bagaimana mungkin agama menjadi benar, karena agama telah membawa banyak peperangan dan banyak masalah?” Ngomong-ngomong, apakah ini argumen yang masuk akal? Pikirkan tentang itu. Apakah ini argumen yang masuk akal? Ini tidak masuk akal. Karena kau masih dapat mengatakan, aku tidak menyatakan demikian adanya, tapi jawaban yang lebih logisnya adalah dengan berkata “Mungkin Tuhan menyukai perang.” Ini semua tidak membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada. Ini bahkan tidak membuktikan apakah agama benar atau tidak. Apa dasar mereka untuk berkata karena agama menyebabkan perang, maka agama tidak benar? Apa dasarnya? Itu argumen yang tidak masuk akal, hanya didasarkan pada emosi.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar