Sebulan sebelum PD II pecah, tepatnya 2 Agustus 1939, ilmuwan besar Albert Einstein mengirim surat kepada Presiden AS Franklin Delano Roosevelt. Dalam suratnya Einstein mengabarkan bahwa Nazi Jerman tengah giat memurnikan uranium-235 dan kemungkinan akan mengembangkan penemuan baru ini menjadi bom atom yang sangat spektakuler. Bom berbahan bakar zat radioaktif ini belum pernah dibuat dimanapun. Kekuatannya yang berjuta-juta kali lipat bahan peledak konvensional trinitro toluena (TNT) bisa menghancurkan kota dalam hitungan detik.
Einstein menambahkan, pemerintah mantan negerinya itu secara diam-diam mulai menghentikan penjualan Uranium dari Cekoslovakia (dahulu) dan mengambil alih tambang-tambangnya. Menyiasati hal ini, menurut Einstein, semestinya Amerika bisa mendahului pengembangan bom nuklir sebelum Jerman melakukannya.
Tidak lama setelah surat Einstein diterima presiden, AS segera menggelar suatu proyek rahasia bersandi “Project Manhattan”. Seratus ribu orang dipekerjakan dalam pabrik-pabrik yang dibangun di Hanford, Washington, Oak Ridge, Tennese, dan di laboratorium utama di Los Alamos, New Mexico seluas 20.000 hektar. Banyak pekerja tidak diberitahu perihal apa yang mereka kerjakan. Insinyur-insinyur penting mungkin mengerti maksud Project Manhattan, namun mereka lebih memilih bekerja tanpa banyak bicara dibawah pengawasan penuh J. Robert Oppenheimer, seorang ahli fisika nuklir.
Memisahkan isotop uranium-235 yang ada di alam bukan perkara mudah dalam hal ini. Apalagi sebagian besar terdiri atas isotop uranium dengan nomor massa 238 (U-238). Kadar U-235 sendiri di alam jumlahnya tidak lebih dari satu persen uranium metalnya. Padahal, kadar uranium di dalam batuan alam pun hanya 0,7 persen saja. Untuk inilah, konon AS mem-budget-kan biaya sebesar dua milyar dollar untuk penelitian dan penciptaan bom atom antara 1939-1945.
Enam tahun kemudian, kerja keras itu terwujud. Little Boy seberat 4,5 ton dijatuhkan di atas Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Bom uranium-235 ini membuat cendawan debu hingga ketinggian 45.000 kaki dengan ledakan dahsyat berantai, kilatan, api, dan gelombang kejut berkecepatan 1.100 kaki perdetik. Belum lagi efek ledakan ini menimbulkan hembusan angin berkecepatan ratusan mil perjam hingga radius puluhan mil. Sebanyak 137.000 nyawa tergulung dalam hitungan detik. Begitupun gedung-gedung, jembatan, dan semua instalasi, hancur tak bersisa.
Selang tiga hari kemudian, bom kedua dijatuhkan AS di Nagasaki. Kali ini 78.000 rakyat menjadi santapan Fat Man, yakni bom atom bermuatan plutonium-239. PD II pun berakhir dengan berletutnya Jepang kepada Sekutu. Namun lebih daripada itu, dunia telah menyaksikan suatu kebiadaban dari penemuan baru para ilmuwan fisika yang sulit diterima akal.
Tragedi hitam di Jepang pada 6 dan 9 Agustus itu, diakui atau tidak, kemudian membawa dunia masuk kedalam lorong persaingan membuat nuklir pemusnah. Perjanjian pencegahan dan pengurangan senjata nuklir dunia tahun 1972 yang terus digembar-geborkan AS ibarat tak mendapat hirauan. Lagipula, siapa bisa menjamin, konflik peperangan tidak akan membuat balistik-balistik nuklir yang telah bertebaran di banyak negara itu diluncurkan? Bahkan oleh AS sekalipun!
Menurut sebuah sumber penelitian yang dikeluarkan di Prancis April 2002, kini di dunia sedikitnya terdapat 1.400 reaktor nuklir yang dibangun sejak 1954. Dan lihatlah, 57 persennya digunakan untuk kepentingan sistem penyerangan/pertahanan militer. Jumlah itu terdapat antara lain dalam 220 kapal selam peluncur rudal, 250 kapal serang, 10 kapal induk, dan 14 kapal jelajah. Sebanyak 245 reaktor nuklir terapung dimiliki AS, Inggris, Prancis, Cina, dan Rusia di dalam 182 kapal perang.
Digarisbawahi, dunia seharusnya prihatin akan keamanan kapal-kapal selam nuklir Rusia. Tragedi Chernobyl, April 1986, di Soviet (Ukraina) setidaknya menjadi catatan sendiri. Tetapi, keprihatinan serupa juga dinyatakan bagi keamanan penyimpanan maupun perawatan limbah nuklir AS, Inggris, dan Prancis.
Pembelahan inti
Penciptaan energi nuklir menarik untuk dikaji. Terlebih sejak empat ilmuwan Jerman, yakni Otto Hahn, Lise Meitner, Fritz Strassman, dan Otto Frisch menemukan pertamakali tahun 1939, bahwa inti atom berat (radioaktif) bisa dibelah dengan menembakkan sebuah netron. Netron dipilih karena zarah ini tidak bermuatan. Sehingga tidak akan menimbulkan gaya tolak coulomb terhadap inti-inti atom bermuatan positif, proton. Reaksi pembelahan (fisi) sebuah inti akan menghasilkan rata-rata 2,5 netron dan beberapa inti baru. Pada bom atom, reaksi pembelahan ini akan terus berantai tidak terkendali karena netron baru tidak dicegah untuk menumbuk inti-inti yang telah dihasilkan.
Yang sangat bahaya, karena dalam setiap pembelahan inti akan terjadi pelepasan energi yang besar. Contohnya, pada pembelahan satu inti uranium dilepaskan energi sebesar 208 MeV. Satu MeV setara dengan energi listrik 4,45 x 10-20 kWh. Itu baru untuk satu nuklida (inti atom). Coba bayangkan betapa besarnya energi yang dilepaskan oleh pembelahan inti satu kilogram uranium. Energinya akan mencapai 2,37 x 107 kWh. Bila energi ini digunakan untuk menghidupkan bola lampu 100 W, maka bola lampu itu akan terus menyala tanpa henti selama 30.000 tahun! Lain halnya bila dihitung dalam kalori, energi pembelahan satu kilogram U-235 adalah 25,5 juta kilogram kalori. Bandingkan dengan pembakaran satu kilogram karbon yang hanya menghasilkan 8,5 kalori.
Bila menilik ukuran atom, mungkin kita sulit percaya. Sebuah nuklida (yang tersusun oleh proton-proton dan netron) ukurannya berada dalam orde 10-15 meter. Untuk membuat bayangan sederhana, baiklah ukuran inti atom kita perbesar seukuran kelereng. Maka, bila kita tempatkan kelereng itu di tengah lapangan sepak bola, itulah gambaran nuklida di dalam atom. Sungguh kecil. Namun demikian, inti atom ternyata mengandung lebih dari 99,9 persen massa atomnya, atau setara dengan 1.800 kali massa sebuah orbitalnya, elektron. Selebihnya atom merupakan ruangan kosong. Menakjubkan!
Bom nuklir atau bom atom, sebenarnya tidak hanya bisa diciptakan melalui reaksi fisi. Para ahli kemudian mencoba membuat bom Hidrogen dengan cara melakukan penggabungan (fusi) inti-inti ringan deuterium (H2) dan tritium (H3). Dua inti bernomor atom kecil ini bila digabungkan akan membentuk helium (He-4) sambil membebaskan energi yang besar. Namun demikian, penyatuan dua nuklida tentu tidak mudah. Dibutuhkan energi yang sangat besar sebelumnya untuk melawan gaya tolak Coulomb. Artinya, untuk mendapatkan kelajuan inti yang sangat cepat agar bertumbukan, dibutuhkan suhu tinggi hingga ratusan juta Kelvin. Dengan kata lain, reaksi fusi harus didahului dengan fisi. Sehingga reaksi ini disebut reaksi termonuklir atau reaksi bertingkat, fisi dan fusi.
Dengan demikian, bom hidrogen memiliki kekuatan lebih besar lagi dari bom atom. Maret 1954, AS telah mengujicoba bom hidrogen pertama bernama “Bravo” di Atol Bikini, Kepulauan Marshal, Samudera Pasifik. Bravo berkekuatan 10 megaton TNT atau kira-kira 700 kali energi bom atom Little Boy! Alhasil, jutaan ton pasir, batu karang, tumbuhan, dan fauna laut dalam radius 20 mil beterbangan membentuk cendawan raksasa membakar langit. Mengerikan, tiga Atol Bikini, yakni Bokonijien, Aerokojlol, dan Nam, tidak terlihat lagi di atas permukaan air. Naudzubillahimindzalik.
Reaksi fusi nuklir dikenal terjadi di Matahari setiap saat. Dalam satu detik dibakar sekitar enam juta ton gas hidrogen! Reaksi serupa dengan kekuatan yang lebih besar lagi terjadi di bintang-bintang lain dalam tata surya. Beruntunglah jarak bumi kita tercinta cukup jauh dari Matahari atau bintang-bintang itu. Dengan begitu, alih-alih menjadi bencana, malah menjadi sumber energi kehidupan. Apapun itu, kekuatan energi nuklir telah memberikan pelajaran, bahwa rahasia-rahasia besar seringkali tersembunyi dalam zarah yang mikro sekalipun.
Home »Unlabelled » Sejarah Nuklir
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar