Puisi Jaka Satria

Bookmark and Share

AKU BUDAK SERATUS RIBU TUANKU
Patutkah aku meracau pada dinding kayu
yang mulai membusuk, tempat aku berteduh
untuk mengais tubuh kusutku
memaksa seratus ribu singgah setiap bulan
untuk membayar hiburan, kebersihan, kegelisahan
pada tubuh busuk yang mengkisut.
Aku tahu tuan,
bagimu seratus ribu hanya untuk jajanan
tapi bagiku, ia adalah alat pemuas
pil ketenangan
untuk sekejap saja menghantar tidur.
Seratus ribu tuan,
aku sering melalaikan sujud di hadapan Tuhanku
karena majikan-tuanku yang garang pada waktu
sebab inilah aku budak tak bertuah
berusaha mengais uang ribuan di dompetmu.
Tuan, hanya di dompetmu
bukan rekeningmu
Rumah Cahaya, FLP Sumut. Maret 2012

SEBUAH SEJARAH JUBAH HITAM
Sebuah sejarah yang pernah terlukis di benak negeri ini
menguak kekejaman tangan rakus dari gotgot, selokan pengurai kotoran
inilah sajak tua yang tertimbun dedaunan puluhan tahun lalu
membusuk jadi debu tanpa debu.
Jubah hitam malam itu
kau - aku tak tahu kau
yang telah menjarah isi bumiku, memporak-porandakan jantung negeriku
dan, kau. Bahkan menghabisi keperawanan waktu;
di ranjang pengantin baru semalam
‘kau rampas harta, itu tak cukup’ katamu
kau minum darah, kau semakin haus
ini bukan masalah dendam
tapi ini masalah kebodohan yang kau makan dari bangkai otak para pecundang!
Aku tidak lupa, tak pernah lupa. Jubah hitam (siapapun kau)
ini hanya sebuah sejarah yang tertimbun ribuan hari lalu
tertumpuk bersama jasadku
menjadi udara yang kau hiatuklah di samping jasadku, pecundang.
Rumah Cahaya FLP SUMUT. 2012

DUA GELAS YANG BERBEDA
Bibir itu senyum seperti tak senyum
bicara seperti bisu
mendengar seperti pekak
ia rapi, memakai jas dan sepatu mengkilat
duduk di sofa mobil mewah, tapi selalu gelisah.
Mata itu menangis seperti bahagia
tertawa seperti terluka
berdarah seperti mendapat hadiah
ia dekil, memakai topi dan celana berlapis
duduk di pinggiran sampah, tapi lelap sekali tidurnya.
Aku ingin bertanya pada gelas gelas keduanya:
Gelas gelas kaca
coba kau ceritakan sedikit saja tentang majikanmu
apa saja minuman yang selalu kau suguhkan padanya
tentang makanan yang selalu bersanding denganmu,
sedikit saja, kumohon.
Gelas gelas sampah
aku ingin bertanya mengenai pemulungmu
tapi aku ragu,
aku tak tahu harus bertanya apa lagi
sebab setiap malam ia yang selalu mengutip sampahku
Rumah Cahaya FLP SUMUT, Medan. 2012


Nb: Puisi-puisi ini dimuat pada harian Sumut Pos, Minggu Mei 2012

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar