Silsilah Al-Imam Ali Zainal Abidin

Bookmark and Share
Silsilah Al-Imam Ali Zainal Abidin (dari Zuriat Rasulullah, Kaisar Gao-Zu, Cyrus II of Persia, sampai keturunan Bani Israil)

Kita mengenal gelar-gelar seperti Habib, Sayyid, Syarif atau Maulana Sayyid… Gelar-gelar tersebut merupakan salah satu ciri Kaum Alawiyyin, keturunan Ali Zainal Abidin bin Hussain bin Fatimah binti Muhammad Rasulullah

Riwayat Ali Zainal Abidin

Ketika Ali bin Abi Thalib (suami Fatimah binti Muhammad Rasulullah), memegang amanah ke-khalifahan, beliau menikahkan al-Husein puteranya, dengan seorang puteri Yazdigird, Kisra terakhir kekaisaran Persia yang bernama Shahrbānū. Dari perkawinan inilah Ali Zainal Abidin dilahirkan.

Ali Zainal Abidin, setelah dewasa dijuluki as-sajjad, karena banyaknya bersujud. Sedang gelar Zainal Abidin (hiasannya orang-orang ibadah) karena beliau selalu beribadah kepada Allah SWT. Bila akan shalat wajahnya pucat, badannya gemetar. Ketika ditanya: Mengapa demikian? Jawabannya: “Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan kepada siapa aku bermunajat”.

Ali Zainal Abidin dilahirkan di kota Madinah pada tahun 33 H, atau dalam riwayat lain ada yang mengatakan 38 H. Beliau adalah termasuk generasi tabi’in.

Beliau banyak meriwayatkan hadits dari ayahnya (Al-Imam Husain), pamannya Al-Imam Hasan, Jabir, Ibnu Abbas, Al-Musawwir bin Makhromah, Abu Hurairah, Shofiyyah, Aisyah, Ummu Kultsum, serta para ummahatul mukminin/isteri-isteri Nabi SAW.

Mengenai beliau, beberapa Ulama berpendapat :
Yahya Al-Anshari berkata, “Dia (Al-Imam Ali Zainal Abidin) adalah paling mulianya Bani Hasyim yang pernah saya lihat.” Zuhri berkata, “Saya tidak pernah menjumpai di kota Madinah orang yang lebih mulia dari beliau.” Hammad berkata, “Beliau adalah paling mulianya Bani Hasyim yang saya jumpai terakhir di kota Madinah.” Abubakar bin Abi Syaibah berkata, “Sanad yang paling dapat dipercaya adalah yang berasal dari Az-Zuhri dari Ali dari Al-Husain dari ayahnya dari Ali bin Abi Thalib.”

Amalan terkadang dilakukan secara tersembunyi. Setelah wafat, barulah orang-orang mengetahui ternyata beliau, memikul tepung dan roti dipunggungnya guna dibagi-bagikan kepada keluarga-keluarga fakir miskin di Madinah.

Beliau meninggal di kota Madinah pada tanggal 18 Muharrom 94 H, dan disemayamkan di pekuburan Baqi’, dekat makam dari pamannya, Al-Imam Hasan. Beliau wafat dengan meninggalkan 11 orang putra dan 4 orang putri. Adapun warisan yang ditinggalkannya kepada mereka adalah ilmu, kezuhudan dan ibadah.


Catatan Silsilah Ali Zainal Abidin
Selain terhitung sebagai cicit Rasulullah, Ali Zainal Abidin melalui jalur ibunya, terhitung keturunan Kaisar Gao-Zu, Pendiri Dinasti Tang

Ali Zainal Abidin bin Shahrbānū (Shahr Banu, شهربانو, menikah dengan Imam Husein) binti Yazdigird III Sásání, King of Persia (16 June 632-651) bin Princess dau. Gao-Zu (menikah dengan Sharíyár Sháh of Persia) binti Emperor Gāozǔ of Táng (566 – June 25, 635) atau Lǐ Yuān (李淵), Pendiri Dinasti Tang


Ali Zainal Abidin, juga terhitung sebagai keturunan Cyrus II “The Great”, yang oleh sebagian kalangan, dianggap sebagai Zulqarnain (QS. Al Kahfi (18) ayat 83-98, kunjungi : Menemukan Zul-Qarnain, dalam Sejarah), bahkan menyambung juga kepada Nabi Daud (David [1st King] of Judah and Israel)…

Ali Zainal Abidin bin Shahrbānū (Shahr Banu, شهربانو, menikah dengan Imam Husein) binti Yazdigird III Sásání, King of Persia (16 June 632-651) bin Sharíyár Sásání, Sháh of Persia bin Khusraw II (Parvez) 22nd Sásání king of Persia bin Hormizd IV 21st Sásání king of Persia bin Khusraw I of Persia bin Kavadh I of Persia bin Firuz II of Persia bin Yazdagird II of Persia bin Bahram V of Persia bin Yazdagird I of Persia bin Shapur III of Persia bin Shapur II “The Great” of Persia bin Ifra Hormuz binti Vasudeva of Kabul bin Vasudeva IV of Kandahar bin Vasudeva III of Kushans bin Vasudeva II of Kushans bin Kaniska III of Kushans bin Vasudeva I of Kushans bin Huvishka I of Kushans bin Kaniska of Kushanastan bin Wema Kadphises II of Kunhanas bin Princess of Bactria binti Calliope of Bactria binti Hippostratus of Bactria bin Strato I of Bactria bin Agathokleia of Bactriai binti Agathokles I of Bactriai bin Pantaleon of Bactria bin Sundari Maurya of Magadha (menikah dengan Demetrios I of Bactriai*), keturunan Raja Iskandar (Alexander III “The Great” of Macedonia)) binti Princess of Avanti (menikah dengan Brihadratna Maurya of Magadha**), keturunan King Ashoka) binti Abhisara IV of Avanti bin Abhisara III of Pancanada bin Abhisara II of Taxila bin Abhisara I of Taxila bin Rodogune Achaemenid of Persia binti Artaxerxes II of Persia bin Darius II of Persia bin Artaxerxes I of Persia bin Xerxes I “The Great” of Persia bin Atossa of Persia (menikah dengan Darius I of Pesia***), keturunan Bani Israil) binti Cyrus II “The Great” of Persia


Susur Galur dari Raja Iskandar (Alexander III of Macedonia)
*) Demetrios I of Bactriai bin Berenike of Bactria binti Princess of Syria binti Laodice I of Syria bin Aesopia the Perdiccid of Macedonia binti Alexander III ”The Great” of Macedonia

Susur Galur dari King Ashoka
**) Brihadratna Maurya of Magadha bin Dasaratha of Magadha bin Kunala of Taxila bin King Ashoka (Asoka) Vardhana

Susur Galur dari Nabi Daud (Bani Israil)
***) Darius I of Persia bin Meshar binti Salathial bin Tamar binti Johanan bin Josias bin Amon bin Manasses bin Ezechias bin Achaz bin Joatham bin Uzziah bin Amaziah bin Joash bin Ozias bin Jehoram bin Jehoshapat bin Asa bin Abia bin Roboam bin Nabi Sulaiman bin Nabi Daud (David [1st King] of Judah and Israel)

Apa yang dilakukan oleh Imam Ali ra., dengan menikahkan puteranya Al Hussain, dengan Shahrbānū, memberi teladan kepada kita, bahwa permasalahan kebangsaan, bukan suatu halangan, dalam membangun mahligai rumah tangga.

Sungguh sangat menyedihkan, apabila ada sekelompok masyarakat yang memandang “Keutamaan Nasab Keturunan”, sebagai syarat sebuah pernikahan. Dan yang lebih membingungkan, hal tersebut juga terjadi pada sebagian keturunan Al-Imam Ali Zainal Abidin. Padahal satu-satunya barometer, bagi umat muslim dalam memilih pasangan hidup adalah taqwa.

Sebagaimana ketika, Imam Ali bin Abi Thalib ditanya tentang pernikahan se-kufu’, beliau menjawab:
“Semua manusia kufu’ satu dengan yang lainnya, baik Arab dengan Ajam, Quraisy dengan Hasyim, dengan syarat mereka sama-sama Islam dan beriman.”

Wallahu a’lamu bishshawab


{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar