Puisi: Jaka Satria

Bookmark and Share

Di Kota Tua



Sebab pada kota tua. Barus. Tak ada kendaraan yang berkejaran, tak ada pasar yang berdendang dan tak ada pembangunan yang tumbuh membesar. Yang terdengar hanya dendangan ombak di landai pantai, kepiting yang berkejaran dari lubang ke sarang, kehidupan yang membesar bagi partai partai.
Antara Sibolga Barus, kutemukan sejengkal layar. Tak ada kapal yang tak sampai. Bingkisan botol kertaspun tak akan lunglai menyeberang antaranya. Tak ada kendaraan, tak ada pasar, tak ada pembangunan. Yang kutemukan hanya partai partai.
Lencana sejarah yang ia kenakan, mungkin telah luntur dimakan zaman. Gelar peradaban yang dulu ia sandang, mungkin telah habis ditelan bumi. Entah dimana kerangkanya.
Barus kota tua, telah mati. Mati karena usia, mati karena lelah. Yang kini hidup hanyalah bukti umur saja. Pada Papan Tinggi, setinggi barisan bukit bukit pengeja. Di tangannya telah tumbuh angsana dosa dosa. Dari tungkai sampai ke tangkai. Di pinggir kakinya, ternak babi berkeliaran: di makam suci ulama pembawa ajaran Islam. Di gubuk tua, terdapat makam makam pengikutnya. Tak ada permata hanya airmata.
Di kota tua, telah pupus sejarah. Mungkin karena usia ataupun sudah renta.

Medan, September 2011
Diterbitkan dalam antologi puisi Narasi Tembuni KSI Award 2012

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar