Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.
Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam", sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.
Definisi Dakwah
Definisi dakwah dari literatur yang ditulis oleh pakar-pakar dakwah antara lain adalah:
Dakwah adalah perintah mengadakan seruan kepada sesama manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik (Aboebakar Atjeh, 1971:6)
Dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat (Syekh Muhammad Al-Khadir Husain).
Dakwah adalah menyampaikan dan mengajarkan agama Islam kepada seluruh manusia dan mempraktikkannya dalam kehidupan nyata (M. Abul Fath al-Bayanuni).
Dakwah adalah suatu aktifitas yang mendorong manusia memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana, dengan materi ajaran Islam, agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan nanti (akhirat) (A. Masykur Amin)
Dari defenisi para ahli di atas maka bisa kita simpulkan bahwa dakwah adalah kegiatan atau usaha memanggil orang muslim maupun non-muslim, dengan cara bijaksana, kepada Islam sebagai jalan yang benar, melalui penyampaian ajaran Islam untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata agar bisa hidup damai di dunia dan bahagia di akhirat. Singkatnya, dakwah, seperti yang ditulis Abdul Karim Zaidan, adalah mengajak kepada agama Allah, yaitu Islam.
Setelah kita ketahui makna dakwah secara etimologis dan terminologis maka kita akan dapatkan semua makna dakwah tersebut membawa misi persuasif bukan represif, karena sifatnya hanyalah panggilan dan seruan bukan paksaan. Hal ini bersesuaian dengan firman Allah (ayat la ikraha fiddin) bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Maka penyebaran Islam dengan pedang atau pun terror tidaklah bisa dikatakan sesusai dengan misi dakwah.
Jenis-jenis Dakwah
1. Dakwah Fardiah
Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran (tasmiyah).
2. Dakwah Ammah
Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah (pidato). Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-soal dakwah.
3. Dakwah bil-Lisan
Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.
4. Dakwah bil-Haal
Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal ikhwal si Da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.
5. Dakwah bil Hikmah
Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.
Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:
Menurut bahasa:
- adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
- memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
- ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
- obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
- pengetahuan atau ma'rifat.
Menurut istilah Syar'i :
- valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya, wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas dan tepat.
6. Dakwah bit-Tadwin
- Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at-Tadwin (dakwah melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif.
Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada".
Perintah Dakwah
Dari ketiga agama tauhid (monotheism), hanya agama Yahudi yang bukan agama misi. Islam, seperti juga Nasrani adalah agama dakwah yang mewajibkan para pemeluknya untuk mengemban misi dakwah, yaitu mengajak orang lain kepada kebenaran. Kebenaran menurut Islam adalah pesan-pesan yang disampaikan Tuhan melalui nabi Muhammad s.a.w. yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits. Itulah kebenaran yang hakiki, selain itu adalah kebenaran nisbi. Dengan kata lain kebenaran hakiki adalah kebenaran wahyu sedangkan kebenaran menurut pemikiran akal saja adalah kebenaran nisbi. Jadi, misi dakwah seorang muslim adalah mengajak orang lain untuk mengamalkan Quran dan hadits. Mengamalkan Quran dan hadits berarti melakukan perintah Tuhan dan meninggalkan laranganNya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Ibn Taimiyah tentang dakwah, bahwa tidak sempurna dakwah ke jalan Allah kecuali dengan menyuruh orang melakukan apa yang dicintai Allah dan meninggalkan apa yang dibenciNya, baik itu perkataan atau perbuatan.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa agama Islam adalah agama misi atau agama dakwah memang tidak bisa disangkal lagi dilihat dari teks suci yang mewajibkan pemeluk Islam untuk melakukan aktivitas dakwah. Berikut kutipan sebagian dari ayat-ayat yang mengandung perintah untuk berdakwah.
1. Q.S. An-Nahl 125 :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
2. Q.S. Ali Imran 104 :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
3. Al-Haj 67 :
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
4. Al-Qashash 87 :
وَلَا يَصُدُّنَّكَ عَنْ آَيَاتِ اللَّهِ بَعْدَ إِذْ أُنْزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
5. Al-Maidah 67 :
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
6. Ali Imran 110 :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Ayat-ayat yang mengandung perintah dakwah di atas kita dapati bahwa perintah tersebut ada yang ditujukan pada rasul saja, seperti surat An-Nahl ayat 125, Al-Maidah ayat 67 dan surat Al-Qashash ayat 87, namun tidak sedikit yang ditujukan pada kaum muslimin secara umum. Bahkan Muhammad Ahmad Rasyid mengatakan bahwa ayat perintah dakwah yang ditujukan pada Rasul pun meliputi perintah kepada kaum muslimin seluruhnya, karena pada dasarnya semua firman Allah untuk Rasul mencakup umatnya, kecuali apa-apa yang memang ditentukan khusus bagi Rasul. Ungkapan senada juga ditulis oleh Said bin Ali Al-Qahthani dalam Dakwah Islam Dakwah Bijak, "Ayat-ayat yang memerintahkan Nabi agar berdakwah, maksudnya bukan saja ditujukan pada Nabi, melainkan juga umat Islam" . Sayyid Thanthawi dalam kitab tafsirnya memberikan pernyataan serupa,
والخطاب فى قوله - تعالى - { ادع إلى سَبِيلِ رَبِّكَ بالحكمة } للرسول صلى الله عليه وسلم ويدخل فيه كل مسلم يصلح للدعوة إلى الله - عز وجل
Kalaupun ada yang bersikeras untuk mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut adalah perintah khusus bagi Rasul, itu pun tidak menggugurkan kewajiban dakwah bagi umat Islam karena adanya ayat-ayat lain yang perintahnya ditujukan kepada umat Islam.
Adapun al-Qurthubi dalam menafsir surat Ali Imran ayat 104 mengatakan bahwa perintah untuk berdakwah adalah fardhu kifayah . Dakwah menjadi wajib hanya bagi orang yang berpengetahuan. Sementara Ar-Razi dalam kitab tafsirnya mengakui adanya dua pendapat dalam menafsirkan kata منكم. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa منكم di sini maksudnya bukan sebagian tapi hanya sebagai penjelasan. Jadi perintah dakwah itu berlaku untuk umum karena keumuman perintah amar ma'ruf dan nahi munkar pada surat Ali Imran 110.
المسألة الأولى : في قوله { مّنكُمْ } قولان أحدهما : أن { مِنْ } ههنا ليست للتبعيض لدليلين الأول : أن الله تعالى أوجب الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر على كل الأمة في قوله { كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بالمعروف وَتَنْهَوْنَ عَنِ المنكر } [ آل عمران : 110 ] والثاني : هو أنه لا مكلف إلا ويجب عليه الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ، إما بيده ، أو بلسانه ، أو بقلبه
Pendapat kedua mengatakan bahwa من di sini maksudnya adalah sebagian. Pendapat ke-dua ini pun terbagi lagi, karena mempunyai alasan yang berbeda. Pertama karena ada sebagian orang yang tidak mampu untuk melaksanakan dakwah, seperti wanita, orang sakit atau pun cacat. Yang kedua, sebagian di sini maksudnya adalah para ulama saja, bukan seluruh umat Islam. Karena untuk menyampaikan hal yang baik harus mempunyai pengetahuan tentang yang baik itu.
والقول الثاني : أن { مِنْ } ههنا للتبعيض ، والقائلون بهذا القول اختلفوا أيضاً على قولين أحدهما : أن فائدة كلمة { مِنْ } هي أن في القوم من لا يقدر على الدعوة ولا على الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر مثل النساء والمرضى والعاجزين والثاني : أن هذا التكليف مختص بالعلماء……………………. ومعلوم أن الدعوة إلى الخير مشروطة بالعلم بالخير وبالمعروف وبالمنكر
Mohammad Natsir dalam Fiqhud Da'wah justru menentang pendapat yang mengatakan perintah dakwah hanya pada ulama. Dakwah adalah kewajiban sebagai pembawaan fitrah manusia selaku makhluk sosial, bukan monopoli golongan yang disebut ulama. Menurut hemat penulis, perintah dakwah memang umum untuk seluruh umat Islam sebatas apa yang dia ketahui, apa bila hanya tahu satu ayat maka sampaikan lah satu ayat.
بلغوا عني ولو اية !
Ma'ruf dan munkar tentunya bisa dinalar dengan akal tanpa harus mempelajarinya secara mendetail, seperti menyuruh kepada kejujuran dan melarang dari berdusta. Kita tidak memerlukan ilmu yang mendalam tentang apa itu jujur dan dusta.
Selain ayat-ayat Quraniyah ada juga hadits Nabi yang bisa dijadikan dasar perintah dakwah atau tabligh. Setelah Nabi Muhammad menyampaikan pesan-pesannya pada haji Wada', beliau mengatakan
الا هل بلغت؟
Wahai, apakah sudah kusampaikan?), di akhir khutbahnya beliau bersabda :
فليبلغ الشاهد منكم الغائب فلعل من يبلغه يكون اوعي له من بعض من سمعه
Maksudnya : "Maka hendaklah yang telah menyaksikan di antara kalian menyampaikan kepada yang tidak hadir. Semoga barangsiapa yang menyampaikan akan lebih dalam memperhatikannya daripada sebagian yang mendengarkannya.
Dari hadits tersebut maka kita bisa ambil kesimpulan bahwa salah satu manfaat yang didapat ketika menyampaikan dakwah adalah pembekasan yang lebih mendalam dari pada hanya mengetahui namun tidak menyampaikan.
Gerakan Dakwah
Gerakan dakwah merupakan gerakan yang syumul sebagaimana karakteristik Islam itu sendiri yang bersifat‘syumuliah’ (lengkap dan menyeluruh) sehingga memerlukan wasilah yang juga menyeluruh untuk mencapai tujuan dan meraih kemenangan.
Segala aktiviti yang menyeluruh sentiasa dilakukan oleh seorang aktivis dakwah sebagai sebahagian dari amal dakwah.
Tentu sahaja tidak hanya sekadar aktiviti semata-mata yang nampak, namun di sebalik itu mesti ada motivasi asas dan inspirasi kerohanian. Ini adalah modal yang asasi bagi tercapainya tujuan dan teraihnya kemenangan.
Motivasi dan inspirasi kerohanian ini merupakan dinamo dan kekuatan batin yang :
a. Menggerakkan.
b. Mengawal.
c. Memberinya kekuatan luar biasa.
Ianya sebagaimana gunung yang nampak di permukaan laut kerana adanya dorongan dari dalam bumi.
Tanpa adanya motivasi dalam jiwa, mustahil umat ini akan bangkit untuk merubah dirinya.
"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS Ar Ra'd : 11)
Paling tidak ada tiga perkara yang perlu kita tanamkan pada diri kita agar membuatkan kita semakin bermotivasi dalam aktiviti dakwah.
PERTAMA : KITA MESTI MENANAMKAN PADA DIRI KITA BAHWA RISALAH YANG KITA BAWA INI ADALAH AL HAQ SEDANGKAN YANG LAIN ADALAH AL BATHIL
Ini sebagaimana Rasulullah saw menanamkan kepada para sahabatnya bahwa :
1. Risalah baginda adalah sebaik-baik risalah.
2. Manhaj baginda adalah yang paling utama.
3. Syariat yang baginda bawa adalah sistem perundangan yang paling sempurna.
"Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus. Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungan jawab." (QS Al Zukhruf : 44)
KEDUA : KITA MESTI TANAMKAN DALAM HATI KITA BAHWA SELAMA KITA BERADA DALAM KEBENARAN DAN MENJADI PEMBELANYA, MAKA KITA BERADA DI ATAS JALAN YANG TERANG DAN SELAIN DARI ITU BERARTI KEGELAPAN
Untuk itulah, kita mesti bersiap sedia menjadi pemikul dan pembela kebenaran ini.
Ini sebagaimana yang Rasulullah saw tanamkan ke dalam hati para sahabat bahwa selama di tangan mereka tergenggam petunjuk dari langit untuk membimbing manusia, maka kesannya mereka perlu menjadi pemandu dan pengarah kepada umat manusia.
Mereka mestilah menjadi :
a. Pembimbing.
b. Pendidik.
c. Penunjuk jalan.
d. Penuntun manusia.
ke arah kebenaran di atas jalan yang lurus.
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS Ali Imran : 110)
"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (QS Al Hajj : 78)
KETIGA : KITA MESTI TANAMKAN DALAM HATI KITA BAHWA SELAMA KITA YAKIN DENGAN KEBENARAN DAN MERASA BANGGA BERPEGANG PADANYA, MAKA SELAMA ITU PULA ALLAH BERSAMA KITA DAN AKAN MENOLONG KITA
Ini sebagaimana yang Rasulullah saw tanamkan kepada para sahabat bahwa Allah pasti akan memberi petunjuk, mendukung dan memenangkan mereka di saat tiada seorang manusia pun mahu menolong, membantu dan berjuang bersama mereka.
Dia akan sentiasa bersama di mana pun mereka berada. Di saat para tentera bumi tidak ada yang mahu bangkit bersama mereka, Allah akan menurunkan bantuan dari tentera langit untuk mereka.
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (QS Al Hajj : 40)
"Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasulKu pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (QS Al Mujadilah : 21)
"...Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman..." (QS Ar Ruum : 47)
Demikianlah ketiga perkara di atas perlu kita tanamkan kepada diri kita, iaitu :
1. Iman kepada keagungan risalah Islam.
2. Bangga dalam memeluk agama Islam.
3. Yakin akan datangnya pertolongan Allah.
Ini sebagaimana yang Rasulullah saw dan para sahabat yakini sehingga memperolehi kemenangan yang dijanjikan oleh Allah swt.
Kehidupan ini adalah sebuah ujian dan tentangan. Tanpa ada sikap optimis, agak sukar rasanya untuk kita menikmati kehidupan di mana kelemahan dan keputusasaan akan menyelimuti seluruh benak pemikiran kita. Jangankan hendak menambah tenaga kehidupan, malah mempertahankan nilai-nilai kebaikan yang dimiliki oleh kitapun sangat sukar untuk dilakukan,
Akibatnya :
- Potensi sebesar manapun akan hilang diganti dengan berbagai corak rasa ketidakupayaaan.
- Fikiran akan terus menerawang mengelilingi halangan dan rintangan yang semakin hari semakin membesar.
- Tiada usaha dan tiada karya yang mampu tergilap bahkan yang ada hanyalah keluh kesah.
- Hari-hari dipenuhi oleh awan hitam yang menggelapkan pandangan.
Sungguh mustahil sebuah kebesaran akan lahir dari orang-orang yang bersikap penuh pesimistik. Membangun kebaikan bagi dirinya sahaja ia tidak mampu maka bagaimana mungkin ia mampu membangun kebaikan untuk orang lain?
Oleh yang demikian, tidak ada dalam sejarah di mana sebuah kemenangan mampu diperolehi oleh orang-orang yang berputus asa.
Jika putus asa yang menghantui seseorang individu biasa sahajapun akan berakhir pada sebuah kehancuran, maka bagaimana jika ia menghantui para pemikul risalah?
Risalah dengan berbagai halangannya mesti dipikul oleh orang-orang yang memiliki sikap optimis yang tinggi.
Boleh jadi, orang awam merasa tidak yakin dengan ketinggian cita-citanya akan tetapi seorang pejuang sangat yakin akan cita-citanya.
Ketika Imam Hasan Al Banna meletakkan gagasan cita-citanya untuk menegakkan‘Khilafah Islamiyah’ di permulaan dakwahnya, sungguh ramai orang yang menganggapnya ia hanya sebuah mimpi.
Namun beliau mengatakan : “Sebahagian manusia memandang cita-cita ini sebagai khayalan akan tetapi kami memandangnya sebagai sebuah kenyataan dan Allah bersama cita-cita kami yang besar ini.”
Dorongan Rabbani tentang rasa optimis begitu sedemikian kuatnya kerana dengan itulah kemenangan demi kemenangan mampu diwujudkan. Lihatlah kisah Bani Israil di tengah-tengah tekanan hebat dan kelemahan yang amat sangat, Allah menjanjikan kemenangan bagi mereka.
”Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi kurnia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)”. (QS Al Qashash : 4-5)
Bagi para pejuang yang kaya dengan jiwa optimis, tidak pernah memandang kebendaan adalah segala-galanya. Kekuatan tenaga manusia dan logistik bukanlah penentu sebuah kemenangan. Sepanjang perjalanan kebenaran, kisah kemenangan pejuang aqidah dalam jumlah yang kecil mampu mengalahkan jumlah yang besar bukan lagi cerita kosong tanpa bukti.
Apa kurangnya kehebatan Fir’aun dan bala tenteranya?
Jumlah tentera, kekuatan dana dan persiapan logistik yang lebih dari mencukupi dan bukan itu sahaja bahkan dukungan tokoh, ahli agama dan organisasi massa pada masa itu berpihak kepada dirinya. Rasa menang tidak hanya sekadar rasa tapi sudah berubah menjadi sebuah keyakinan yang terhunjam dalam dada.
Kesombongan demi kesombongan diperlihatkan oleh Fir’aun dan kuncu-kuncunya. Perasaan besar telah membuatnya sanggup melakukan sesuatu secara sewenang-wenangnya. Fitnah, merendah-rendahkan, mencela, berlaku curang dan mahu menang sendiri menjadi aktiviti harian Fir’aun.
Sukar rasanya untuk membayangkan Fir’aun dengan keperkasaan dan siasah politiknya boleh ditumbangkan. Sikap diktatornya sudah melampaui batas hingga menguasai seluruh pelosok negara. Politik pecah belah, pelanggaran hak asasi manusia dan pembunuhan terhadap anak laki-laki menjadi suatu instrumen ‘terror’ yang menakutkan dan dapat melemahkan siapa sahaja yang dianggap lawan politiknya.
Namun Allah swt tidak membiarkan orang durhaka semakin durhaka dan orang lemah semakin lemah. Justeru dipuncak kejayaannya, Fir’aun tumbang dalam keadaan yang mengerikan iaitu tenggelam dengan seluruh kekuatan yang dibangga-banggakan dengan cara yang sukar dibayangkan. Allah swt menghadirkan ‘rijalud da’wah’, Nabi Musa as yang justeru dibesarkan di dalam istananya sendiri. Begitulah kuasaNya.
”dan Allah berkuasa terhadap urusanNya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS Yusuf : 21)
”Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.” (QS Ali Imran : 26)
Kisah Musa dan Fir’aun bukanlah kisah pertama dan terakhir dalam pentas sejarah dakwah iaitu kemenangan ‘mustadh’afin’ ke atas kekuatan ‘mujrimin’.
Kemenangan Thalut ke atas Jalut menjadi kisah penguat bagaimana kemukjizatan tentera Allah swt dimenangkan ke atas tentera kebatilan, meskipun jumlah tenaga manusia, persiapan logistik dan wasilah sangat terbatas. “Berapa banyak kelompok yang sedikit mampu mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah dan Allah bersama orang-orang yang sabar”. (QS Al Baqarah : 249)
Benarlah apa yang dikatakan oleh Abdullah Bin Rawahah pada perang Mu’tah ketika 3000 pasukan muslimin berhadapan dengan 200,000 pasukan kafir, ketika kaum muslimin bimbang untuk mengahadapinya maka beliau berkata :
“Wahai kaumku tidaklah kita memerangi manusia dengan jumlah tenaga tenteranya juga tidak dengan kekuatan senjata dan banyaknya perbekalan, akan tetapi kita memerangi mereka dengan kemuliaan agama ini yang dengannya Allah memuliakan kita, maka majulah kerana sesungguhnya telah tersedia dua kebaikan; menang dengan kemuliaan atau syahid mendapat syurga”.
Sejarah kembali mengulangi kisah perang Ahzab yang mendebarkan di mana pasukan‘multi nasional’ bersatu menghadapi ‘al haq’ serta bersepakat dengan satu tekad untuk memusnahkan dan menghancurkan kaum muslimin dengan segala kekuatannya.
Suasana sungguh mencengkam di mana sepuluh ribu ‘kafirin’ dengan senjata dan logistik ynag lengkap mengepung Madinah di musim dingin dalam keadaan kekurangan makanan yang semakin menambah rasa takut. Keadaan semakin menjadi parah dengan pengkhianatan Yahudi ‘laknatullah’. Pemikiran kaum muslimin pada hari itu diuji, di mana tidak kurang juga mereka yang berhati ‘nifaq’ menyatakan ingin mengundur diri dari jihad dengan alasan yang dibuat-buat, rasa takut telah benar-benar menguasai mereka :
“(yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan (Kerana hebatnya perasaan takut dan gentar) dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.” (QS Al Ahzab : 10-11)
Mereka membuat makar dan Allah sebaik-baik pembuat makar, kesombongan mereka Allah porak-porandakan dengan seorang ”aktivis muda” yang baru bergabung dalam dakwah iaitu Nu’aim bin Mas’ud. Sungguh tidak masuk akal perkara ini berlaku, namun begitulah kenyataannya.
Optimis terhadap kemenangan memang merupakan modal besar perjuangan yang tidak boleh dilupakan dan ia mestilah tertanam kuat dalam sanubari aktivis dakwah kerana kemenangan adalah tradisi dakwah yang diwarisi, selama mana syarat-syaratnya dipenuhi iaitu kebersamaan kita dengan Allah swt.
Tidak ada perkataan kalah dalam kamus dakwah selama mana kita bersama barisan kebenaran dan selama mana kebenaran tetap ada dalam hati-hati kita. Goncangan-goncangan yang hebat di awal perjuangan sering mengusik hati terhadap sebuah sikap optimis.
Berat terasa bagi Khabab Al Araat ketika melihat bahwa tekanan yang dirasakan semakin dahsyat. Jangankan untuk membela diri, sekadar menghindarkan dari kesulitanpun sukar dilakukan. Tidak tahan melihat kenyataan yang dihadapi maka beliau mengadu kepada Rasulullah saw :
”Ya Rasulullah tidakkah engkau mampu berdoa kepada Allah agar Allah membinasakan orang kafir yang melampau batas?”
Namun Rasulullah saw menjawab dengan nasihat dan sikap optimis :
”Wahai Khabab, sesungguhnya orang-orang sebelum kita ada yang dikubur hidup-hidup, disikat dengan sikat besi dan dibelah menjadi dua, akan tetapi engkau tidak sabar. Ketahuilah bahwa Allah akan memenangkan agama ini hingga orang akan merasa aman ketika berjalan dari Sanaa ke Madinah dan tidak ada yang ditakuti kecuali haiwan buas.”
Dalam medan sesukar manapun, sikap optimis terhadap kemenangan tidak boleh hilang. Hilangnya sikap optimis bererti hilanglah kemenangan. Putus asa dan tidak berdaya dalam menghadapi kesukaran yang bersangantan adalah dilarang.
Firman Allah swt :
”Wahai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir“.
Kebenaran adalah modal membangun sikap optimis. Selama mana kita berada bersama barisan kebenaran maka optimis terhadap kemenangan sentiasa ada. Yakinlah bahwa : ‘Allah sentiasa bersama orang-orang yang benar’.
Mempertahankan dan membela kebenaran adalah suatu yang fitrah kerana jika kita mati, akan menjadi syuhada’ dan jika kita menang, maka akan bernilai kemuliaan. Bermodalkan kebenaran inilah para ‘salafus soleh’ memiliki keberanian luar biasa dalam dakwah. Mereka tidak segan-segan mengingatkan para penguasa tanpa ada rasa takut dan gentar.
Kita meyakini benar bahwa sesungguhnya kemenangan hanyalah datang dari sisi Allah swt. ”Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai khabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram kerananya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Kita juga meyakini bahwa sesungguhnya kemenangan juga atas keizinanNya :
”Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Dengan yang demikianlah kita yakin sepenuhnya bahwa kemenangan akan menjadi milik :
- Siapa yang dekat kepada Allah swt.
- Siapa yang memperolehi keizinan dariNya.
Manakala ia bukanlah bagi pemilik banyaknya tenaga manusia dan material. Maka, tidak layak bagi para pejuang berpangku tangan dengan berbagai alasan ketika melihat kemungkaran bermaharajalela.
Adakah hati nurani ini padam ketika melihat kezaliman, kedustaan dan kedurjanaan menjajah kebenaran?
Mari kita persiapkan segala potensi yang kita miliki untuk :
- Menghadapi sebuah perjuangan besar.
- Mengatur strategi.
- Menguatkan kesabaran.
- Menghilangkan rasa gentar.
- Bekerja dan berjuang bahu membahu melawan kebatilan.
Ya Allah, kami bermohon dan bermunajat kepadaMu dengan penuh keikhlasan untuk meningkatkan motivasi dakwah bit-Tadwin kepada kami serta menguatkan sikap optimis terhadap kemenangan karena kami yakin bahwa kemenangan sentiasa menjadi milik orang dekat denganMu dan yang mendapat keizinan dari-Mu.
Aamiin ya robul alaamiin semoga tulisan ini bermanfaat bagi saya umumnya dan bagi pembaca umumnya.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar