Al Quran Dibukukan
Tiap-tiap diturunkan ayat-ayat itu Rasul s.a.w. menyuruh menghafalkan, dan menuliskannya di batu, kulit binatang, pelepah tamar (tamar = kurma = dates), dan apa saja yang bisa disusun dalam suatu surat.
Karena mereka belum mengenal kitab atau buku sebagai yang dikenal sekarang, sebab itu di waktu Al Qur`anul Karim dibukukan di masa khalifah Utsman bin `Affan.
Rasul s.a.w. mengadakan peraturan, yakni Al Qur`an saja yang boleh dituliskan, selain dari Al Qur`an, hadits atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut Rasul s.a.w. dilarang menuliskannya. Larangan ini dengan maksud supaya Al Qur’anul Karim itu terpelihara, jangan campur aduk dengan yang lain-lain yang juga didengar dari Rasul s.a.w.
Bersabda Rasul s.a.w. janganlah kamu tuliskan ucapan-ucapanku! Siapa yang menuliskan ucapanku selain Al Qur`an, hendaklah dihapuskan, dan kamu boleh meriwayatkan perkataan-perkataan ini. Siapa yang dengan sengaja berdusta terhadapku maka tempatnya adalah neraka.
Allah tidak menjamin kemurnian hadits Rasul s.a.w. maka ada kufar yang mampu memalsukannya. Inilah alasan larangan Rasulullah s.a.w. Yang pertama memalsukan hadits : Yahudi dan Zindiq.
1. Pembukuan dimasa Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam
Maksud pembukuan Al Qur'an di zaman Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam ada dua : Pertama, pembukuan dalam arti menghafalnya. Kedua, pembukuan dalam arti menghafalnya.
Pembukuan dalam artian menghapalnya Al QuranImam Bukhari telah menyebutkan tiga riwayat dalam shahihnya, tujuh penghapal Al Quran dari kalangan sahabat :
- Abdullah bin Mas’ud.
- Salim bekas hamba sahaya Abu Hudzaifah.
- Mu’adz bin Jabal.
- Ubay bin Ka’ab
- Zaid bin Tsabit.
- Abu Zaid bin Sakan.
- Abu Darda’.
Tujuh sahabat yang disebutkan di atas tidak menunjukkan bahwa sahabat lain tidak menghapal Al Quran, karena mereka berlomba- lomba untuk menghapalnya ketika turun karena bangsa Arab memiliki keistimewaan kekuatan hafalan, sehingga mereka mampu menghafal banyak syair dan nasab mereka tidak seperti bangsa lain.
Pembukuan dalam artian penulisannya
Telah diriwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit berkata: “Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam wafat sedangkan Al Quran sama sekali belum dibukukan”.
Berkata Al-Khattabi: Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam belum membukukan Al Quran dalam satu mushaf karena masih menanti-nanti seandainya ada ayat-ayat yang turun memansukhkan hukum atau tilawahnya. Maka tatkala Al Quran berhenti turun setelah wafatnya Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, Allah Mengilhamkan kepada para khulafaur Rosyidin untuk Menepati janji-Nya yang benar untuk menjamin terjaganya Al Quran bagi umat ini, ketika itu pembukuan pertama dilakukan Abu Bakar atas saran dari Umar bin Khattab radhiallahu anhum.( lihat Al Itqon jilid 1 hal: 57).
Adapun riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari haditsnya Abu Sa’id berkata: Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ janganlah kalian menulis apapun dariku selain Al Quran” . Ini tidak bertentangan dengan hal itu karena Al Quran telah ditulis semuanya di zaman Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam namun belum dikumpulkan dalam satu tempat serta tidak tersusun secara teratur surat-suratnya.
Al Hakim meriwayatkan dalam Al Mustadraknya: pembukuan Al Quran melalui tiga tahap:
Pertama : ketika Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam hidup seperti dalam riwayat Zaid bin Tsabit berkata: “dahulu kami menyusun (menulis) Al Quran pada pelepah kurma”.
Al Baihaqi berkata: nampaknya yang dimaksud adalah menyusun ayat-ayat yang telah turun secara terpisah kedalam surat-suratnya berdasarkan isyarat dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam.
2. Pembukuan di masa Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu
Abu Bakar memimpin kaum muslimin setelah meninggalnya Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, ketika itu beliau menghadapi peristiwa yang besar yaitu telah murtadnya sebagian bangsa arab, maka beliau mempersiapkan pasukan untuk menghadapi kaum murtaddin dalam perang Yamamah yang ikut andil di dalamnya sejumlah besar sahabat penghapal Al Quran, dimana telah syahid dari kalangan mereka sebanyak tujuh puluh sahabat. Maka peristiwa tersebut membuat Umar bin Khattab kuatir dan mendatangi Abu Bakar untuk merundingkan masalah tersebut.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya dari Zaid bin Tsabit berkata: telah sampai kepada Abu Bakar peristiwa terbunuhnya ahli Yamamah, kebetulan Umar ada di situ, maka Abu Bakar berkata: Umar datang kepadaku dan berkata: "Sesungguhnya pembunuhan terhadap para Ahli Al Quran di Yamamah telah bertambah, saya khawatir para ahli Al Quran semakin banyak meninggal di tempat-tempat lain sehingga Al Quran banyak yang hilang, saya berpendapat anda memerintahkan supaya Al Quran dibukukan, lalu saya berkata kepada Umar: bagaimana kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam? Umar berkata: demi Allah itu baik, Umar terus saja membujukku sampai akhirnya Allah membukakan hatiku untuk hal itu dan aku menyetujui pendapat Umar."
Berkata Zaid: berkata Abu Bakar: engkau adalah pemuda yang berakal kami tidak menuduhmu, engkau pernah menulis wahyu untuk Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam maka carilah Al Quran dan kumpulkan dia, demi Allah seandainya mereka membebaniku untuk memindahkan sebuah gunung niscaya lebih ringan dari pada membebaniku mengumpulkan Al Quran.
Aku berkata : bagaimana kalian berdua melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam? beliau berkata: demi Allah itu baik, masih saja Abu Bakar membujukku sampai Allah membukakan hatiku seperti Allah bukakan untuk Abu Bakar dan Umar, lalu aku mulai mencari Al Quran dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, batu-batu lempeng dan hapalan-hapalan orang, dan aku menemukan akhir surat Taubah hanya pada Abu Khuzaimah Al Anshari – sungguh telah datang pada kalian seorang Rasul – sampai akhir surat Taubah, setelah itu lembaran-lembaran tersebut disimpan ditempat Abu Bakar sampai wafat, kemudian ditempat Umar, kemudian di tempat Hafshah binti Umar.
Zaid bin Tsabit sangat berhati-hati dalam mengumpulkan Al Quran, beliau tidak hanya menerimanya berdasarkan hapalan sahabat saja tanpa ada bukti tertulis, perkataan beliau dalam hadits diatas : “ aku menemukan akhir surat At Taubah bersama Abu Khuzaimah Al Anshari tidak pada yang lainnya “ tidak bertentangan dengan hal itu, juga tidak berarti bahwa ayat tersebut tidak mutawatir, maksudnya beliau tidak menemukannya tertulis ditempat lain, padahal Zaid juga menghapalnya, begitu pula kebanyakan sahabat juga menghapalnya, itu karena Zaid hanya menerima berdasarkan hapalan serta tulisan, sebenarnya ayat ini dihapal oleh kebanyakan mereka, dan mereka bersaksi bahwa ayat itu telah ditulis, akan tetapi tidak ditemukan tertulis kecuali pada Abu Khuzaimah Al Anshari.
Telah dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dawud berkata : “telah datang Umar dan berkata : barangsiapa yang pernah mendengar sebagian dari Al Quran dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam hendaklah membawakannya, ketika itu mereka menulisnya di lembaran-lembaran, papan-papan, dan pelepah kurma, dan ketika itu tidak akan diterima dari seseorang sampai bersaksi dua saksi, dan ini menunjukkan bahwa Zaid tidak langsung menerima hanya berdasarkan tulisan sampai orang tersebut bersaksi bahwa dia mendengarnya langsung dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, meskipun Zaid sendiri juga hapal, beliau melakukannya karena sangat berhati-hati.
Ibnu Abi Dawud juga mengeluarkan dari jalannya Hisyam bin Urwah dari ayahnya bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar dan Zaid : “ duduklah didepan pintu masjid, barangsiapa yang dating dengan sebagian dari kitab Allah dengan dua saksi tulislah “ para perawinya tsiqot meskipun sanad terputus.
Ibnu Hajar berkata : “ seakan-akan yang dimaksud denga dua saksi adalah : hapalan dan tulisan “
As Sakhawi berkata dalam kitabnya ( Jamalul Qurro ) : “ maksudnya keduanya bersaksi bahwa tulisan tersebut ditulis dihadapan Rasululullah shallawahu ‘alaihi wasallam, atau maksudnya keduanya bersaksi bahwa ayat tersebut termasuk bentuk qiroah Al Quran ketika diturunkan “.
Abu Syamah berkata : “ ketika itu tujuannya adalah supaya tidak ditulis kecuali yang benar-benar ditulis dihadapan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, bukan hanya sekedar hapalan, oleh karena itu belia( Zaid) berkata mengenai akhir surat At Taubah : “ aku tidak menemukannya ditempat lain “yakni tidak menemukannya tertulis ditempat lain karena beliau tidak menerima hanya berdasarkan hapalan tanpa tulisan “
Kita telah mengetahui bahwa Al Quran telah tertulis sebelumnya dizaman Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi terpisah-pisah didaun-daun atau kulit-kulit, tulang-tulang hewan, maupun pelepah kurma. Lalu Abu Bakar memerintahkan untuk dikumpulkan dalam satu mushaf secara teratur ayat-ayat dan surat-suratnya, dan tulisannya benar-benar akurat serta meliputi tujuh huruf ( bahasa ) yang Al Quran turun dengannya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa istilah “ mushaf “ mulai dikenal dizaman Abu Bakar ketika beliau mengumpulkan Al Quran.
Diriwayatkan dari Ali berkata : “ orang yang paling besar pahalanya terhadap Mushaf adalah Abu Bakar semoga Allah merahmati Abu Bakar, dialah yang pertama menyusun kitab Allah”
Jadi penyusunan Al Quran dimasa beliau adalah menyusunnya dalam satu mushaf secara teratur surat dan ayat-ayatnya. Penyusunan Al Quran inilah yang dinamakan pembukuan yang kedua.
3. Pembukuan Al Quran dimasa Utsman radhiallahu anhu.
Kemenangan Islam semakin meluas, para penghapal Al Quran menyebar diseluruh penjuru negeri islam, para penduduk negeri tersebut mempelajari Al Quran dari para guru yang dating kepada mereka, sedangkan cara membaca Al Quran yang mereka gunakan berbeda-beda karena perbedaan huruf ketika Al Quran turun. Sehingga ketika mereka dikumpulkan dalam satu peperangan sebagian heran dengan perbedaan ini, barangkali sebagian mereka bisa menerima perbedaan ini bahwa semua berdasarkan talaqqi dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi tidak menutup kemungkinan masih adanya keraguan bagi mereka yang tidak pernah bertemu Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, sehingga fitnah bertambah besar dan harus segera diselesaikan.
Ketika dalam peperangan Armenia dan Adzerbaijan bersama penduduk Irak, diantara yang ikut adalah “Hudzaifah bin Yaman“ beliau melihat banyak perselisihan dalam bacaan Al Quran, sebagiannya jatuh dalam kesalahan, karena setiap orang terbiasa dengan bacaannya, dan berpegang kuat dengannya, bahkan sebagian mengkafirkan bacaan yang lain, ketika itu beliau menghadap kepada Utsman radhiallahu anhu, dan melaporkan apa yang beliau lihat.
Dari Anas radhiallahu anhu : “bahwa Hudzaifah bin Yaman mendatangi Utsman ketika itu beliau memerangi penduduk Syam di Armenia dan Adzerbaijan bersama penduduk Irak, perselisihan mereka dalam membaca Al Quran membuat beliau kuatir, maka beliau berkata Utsman : perbaikilah umat sebelum mereka berselisih seperti perselisihan orang yahudi dan nashrani, maka beliau meminta Hafshah untuk mengirim mushaf supaya kami menyalinnya kemudian kami kembalikan kepadanya- lalu Hafshah mengirimkannya kepada Utsman- dan beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam, lalu mereka menyalinnya kedalam mushaf-mushaf. Utsman berkata kepada ketika penghulu Quraisy : apabila kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit dalam sebagian Al Quran maka tulislah dengan bahasa Quraisy karena dengannya Al Quran diturunkan, lalu mereka melakukannya sampai ketika selesai menyalinnya dalam mushaf-mushaf Utsman mengembalikan mushaf kepada Hafshah, lalu beliau mengirim kesetiap penjuru negeri mushaf yang telah disalin, dan beliau memerintahkan mushaf-mushaf yang lain untuk dibakar, Zaid berkata : satu ayat dari surat Al Ahzab ketika kami menyalin mushaf bahwa aku pernah mendengarnya Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam membacakannya, lalu kami mencarinya dan kami menemukannya bersama Khuzaimah bin Tsabit Al Anshari
- Abdullah bin Mas’ud.
- Salim bekas hamba sahaya Abu Hudzaifah.
- Mu’adz bin Jabal.
- Ubay bin Ka’ab
- Zaid bin Tsabit.
- Abu Zaid bin Sakan.
- Abu Darda’.
Tujuh sahabat yang disebutkan di atas tidak menunjukkan bahwa sahabat lain tidak menghapal Al Quran, karena mereka berlomba- lomba untuk menghapalnya ketika turun karena bangsa Arab memiliki keistimewaan kekuatan hafalan, sehingga mereka mampu menghafal banyak syair dan nasab mereka tidak seperti bangsa lain.
Pembukuan dalam artian penulisannya
Telah diriwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit berkata: “Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam wafat sedangkan Al Quran sama sekali belum dibukukan”.
Berkata Al-Khattabi: Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam belum membukukan Al Quran dalam satu mushaf karena masih menanti-nanti seandainya ada ayat-ayat yang turun memansukhkan hukum atau tilawahnya. Maka tatkala Al Quran berhenti turun setelah wafatnya Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, Allah Mengilhamkan kepada para khulafaur Rosyidin untuk Menepati janji-Nya yang benar untuk menjamin terjaganya Al Quran bagi umat ini, ketika itu pembukuan pertama dilakukan Abu Bakar atas saran dari Umar bin Khattab radhiallahu anhum.( lihat Al Itqon jilid 1 hal: 57).
Adapun riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari haditsnya Abu Sa’id berkata: Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam bersabda : “ janganlah kalian menulis apapun dariku selain Al Quran” . Ini tidak bertentangan dengan hal itu karena Al Quran telah ditulis semuanya di zaman Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam namun belum dikumpulkan dalam satu tempat serta tidak tersusun secara teratur surat-suratnya.
Al Hakim meriwayatkan dalam Al Mustadraknya: pembukuan Al Quran melalui tiga tahap:
Pertama : ketika Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam hidup seperti dalam riwayat Zaid bin Tsabit berkata: “dahulu kami menyusun (menulis) Al Quran pada pelepah kurma”.
Al Baihaqi berkata: nampaknya yang dimaksud adalah menyusun ayat-ayat yang telah turun secara terpisah kedalam surat-suratnya berdasarkan isyarat dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam.
2. Pembukuan di masa Abu Bakar Ash Shiddiq radhiallahu anhu
Abu Bakar memimpin kaum muslimin setelah meninggalnya Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, ketika itu beliau menghadapi peristiwa yang besar yaitu telah murtadnya sebagian bangsa arab, maka beliau mempersiapkan pasukan untuk menghadapi kaum murtaddin dalam perang Yamamah yang ikut andil di dalamnya sejumlah besar sahabat penghapal Al Quran, dimana telah syahid dari kalangan mereka sebanyak tujuh puluh sahabat. Maka peristiwa tersebut membuat Umar bin Khattab kuatir dan mendatangi Abu Bakar untuk merundingkan masalah tersebut.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya dari Zaid bin Tsabit berkata: telah sampai kepada Abu Bakar peristiwa terbunuhnya ahli Yamamah, kebetulan Umar ada di situ, maka Abu Bakar berkata: Umar datang kepadaku dan berkata: "Sesungguhnya pembunuhan terhadap para Ahli Al Quran di Yamamah telah bertambah, saya khawatir para ahli Al Quran semakin banyak meninggal di tempat-tempat lain sehingga Al Quran banyak yang hilang, saya berpendapat anda memerintahkan supaya Al Quran dibukukan, lalu saya berkata kepada Umar: bagaimana kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam? Umar berkata: demi Allah itu baik, Umar terus saja membujukku sampai akhirnya Allah membukakan hatiku untuk hal itu dan aku menyetujui pendapat Umar."
Berkata Zaid: berkata Abu Bakar: engkau adalah pemuda yang berakal kami tidak menuduhmu, engkau pernah menulis wahyu untuk Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam maka carilah Al Quran dan kumpulkan dia, demi Allah seandainya mereka membebaniku untuk memindahkan sebuah gunung niscaya lebih ringan dari pada membebaniku mengumpulkan Al Quran.
Aku berkata : bagaimana kalian berdua melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam? beliau berkata: demi Allah itu baik, masih saja Abu Bakar membujukku sampai Allah membukakan hatiku seperti Allah bukakan untuk Abu Bakar dan Umar, lalu aku mulai mencari Al Quran dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, batu-batu lempeng dan hapalan-hapalan orang, dan aku menemukan akhir surat Taubah hanya pada Abu Khuzaimah Al Anshari – sungguh telah datang pada kalian seorang Rasul – sampai akhir surat Taubah, setelah itu lembaran-lembaran tersebut disimpan ditempat Abu Bakar sampai wafat, kemudian ditempat Umar, kemudian di tempat Hafshah binti Umar.
Zaid bin Tsabit sangat berhati-hati dalam mengumpulkan Al Quran, beliau tidak hanya menerimanya berdasarkan hapalan sahabat saja tanpa ada bukti tertulis, perkataan beliau dalam hadits diatas : “ aku menemukan akhir surat At Taubah bersama Abu Khuzaimah Al Anshari tidak pada yang lainnya “ tidak bertentangan dengan hal itu, juga tidak berarti bahwa ayat tersebut tidak mutawatir, maksudnya beliau tidak menemukannya tertulis ditempat lain, padahal Zaid juga menghapalnya, begitu pula kebanyakan sahabat juga menghapalnya, itu karena Zaid hanya menerima berdasarkan hapalan serta tulisan, sebenarnya ayat ini dihapal oleh kebanyakan mereka, dan mereka bersaksi bahwa ayat itu telah ditulis, akan tetapi tidak ditemukan tertulis kecuali pada Abu Khuzaimah Al Anshari.
Telah dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dawud berkata : “telah datang Umar dan berkata : barangsiapa yang pernah mendengar sebagian dari Al Quran dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam hendaklah membawakannya, ketika itu mereka menulisnya di lembaran-lembaran, papan-papan, dan pelepah kurma, dan ketika itu tidak akan diterima dari seseorang sampai bersaksi dua saksi, dan ini menunjukkan bahwa Zaid tidak langsung menerima hanya berdasarkan tulisan sampai orang tersebut bersaksi bahwa dia mendengarnya langsung dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, meskipun Zaid sendiri juga hapal, beliau melakukannya karena sangat berhati-hati.
Ibnu Abi Dawud juga mengeluarkan dari jalannya Hisyam bin Urwah dari ayahnya bahwa Abu Bakar berkata kepada Umar dan Zaid : “ duduklah didepan pintu masjid, barangsiapa yang dating dengan sebagian dari kitab Allah dengan dua saksi tulislah “ para perawinya tsiqot meskipun sanad terputus.
Ibnu Hajar berkata : “ seakan-akan yang dimaksud denga dua saksi adalah : hapalan dan tulisan “
As Sakhawi berkata dalam kitabnya ( Jamalul Qurro ) : “ maksudnya keduanya bersaksi bahwa tulisan tersebut ditulis dihadapan Rasululullah shallawahu ‘alaihi wasallam, atau maksudnya keduanya bersaksi bahwa ayat tersebut termasuk bentuk qiroah Al Quran ketika diturunkan “.
Abu Syamah berkata : “ ketika itu tujuannya adalah supaya tidak ditulis kecuali yang benar-benar ditulis dihadapan Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, bukan hanya sekedar hapalan, oleh karena itu belia( Zaid) berkata mengenai akhir surat At Taubah : “ aku tidak menemukannya ditempat lain “yakni tidak menemukannya tertulis ditempat lain karena beliau tidak menerima hanya berdasarkan hapalan tanpa tulisan “
Kita telah mengetahui bahwa Al Quran telah tertulis sebelumnya dizaman Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi terpisah-pisah didaun-daun atau kulit-kulit, tulang-tulang hewan, maupun pelepah kurma. Lalu Abu Bakar memerintahkan untuk dikumpulkan dalam satu mushaf secara teratur ayat-ayat dan surat-suratnya, dan tulisannya benar-benar akurat serta meliputi tujuh huruf ( bahasa ) yang Al Quran turun dengannya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa istilah “ mushaf “ mulai dikenal dizaman Abu Bakar ketika beliau mengumpulkan Al Quran.
Diriwayatkan dari Ali berkata : “ orang yang paling besar pahalanya terhadap Mushaf adalah Abu Bakar semoga Allah merahmati Abu Bakar, dialah yang pertama menyusun kitab Allah”
Jadi penyusunan Al Quran dimasa beliau adalah menyusunnya dalam satu mushaf secara teratur surat dan ayat-ayatnya. Penyusunan Al Quran inilah yang dinamakan pembukuan yang kedua.
3. Pembukuan Al Quran dimasa Utsman radhiallahu anhu.
Kemenangan Islam semakin meluas, para penghapal Al Quran menyebar diseluruh penjuru negeri islam, para penduduk negeri tersebut mempelajari Al Quran dari para guru yang dating kepada mereka, sedangkan cara membaca Al Quran yang mereka gunakan berbeda-beda karena perbedaan huruf ketika Al Quran turun. Sehingga ketika mereka dikumpulkan dalam satu peperangan sebagian heran dengan perbedaan ini, barangkali sebagian mereka bisa menerima perbedaan ini bahwa semua berdasarkan talaqqi dari Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi tidak menutup kemungkinan masih adanya keraguan bagi mereka yang tidak pernah bertemu Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam, sehingga fitnah bertambah besar dan harus segera diselesaikan.
Ketika dalam peperangan Armenia dan Adzerbaijan bersama penduduk Irak, diantara yang ikut adalah “Hudzaifah bin Yaman“ beliau melihat banyak perselisihan dalam bacaan Al Quran, sebagiannya jatuh dalam kesalahan, karena setiap orang terbiasa dengan bacaannya, dan berpegang kuat dengannya, bahkan sebagian mengkafirkan bacaan yang lain, ketika itu beliau menghadap kepada Utsman radhiallahu anhu, dan melaporkan apa yang beliau lihat.
Dari Anas radhiallahu anhu : “bahwa Hudzaifah bin Yaman mendatangi Utsman ketika itu beliau memerangi penduduk Syam di Armenia dan Adzerbaijan bersama penduduk Irak, perselisihan mereka dalam membaca Al Quran membuat beliau kuatir, maka beliau berkata Utsman : perbaikilah umat sebelum mereka berselisih seperti perselisihan orang yahudi dan nashrani, maka beliau meminta Hafshah untuk mengirim mushaf supaya kami menyalinnya kemudian kami kembalikan kepadanya- lalu Hafshah mengirimkannya kepada Utsman- dan beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam, lalu mereka menyalinnya kedalam mushaf-mushaf. Utsman berkata kepada ketika penghulu Quraisy : apabila kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit dalam sebagian Al Quran maka tulislah dengan bahasa Quraisy karena dengannya Al Quran diturunkan, lalu mereka melakukannya sampai ketika selesai menyalinnya dalam mushaf-mushaf Utsman mengembalikan mushaf kepada Hafshah, lalu beliau mengirim kesetiap penjuru negeri mushaf yang telah disalin, dan beliau memerintahkan mushaf-mushaf yang lain untuk dibakar, Zaid berkata : satu ayat dari surat Al Ahzab ketika kami menyalin mushaf bahwa aku pernah mendengarnya Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam membacakannya, lalu kami mencarinya dan kami menemukannya bersama Khuzaimah bin Tsabit Al Anshari
من المؤمنين رجال صدقوا ما عاهدوا الله عليهم – الأحزاب
"Lalu kami menggabungkannya bersama suratnya dalam mushaf " (Riwayat Imam Bukhari)
Ini menunjukkan bahwa pembukuan dimasa Utsman adalah penulisan mushaf menjadi satu bacaan dari tujuh bacaan yang dengannya Al Quran diturunkan, supaya manusia bersatu dengan satu bacaan, dan mengirim kesetiap negeri mushaf yang telah disalin dan meninggalkan diMadinah satu mushaf yang dikenal dengan mushaf Al Imam.
Jadi penyusunan Al Quran dimasa beliau adalah penyusunannya dalam mushaf dengan satu bacaan atau dialek yaitu bahasa suku Quraisy karena Al Quran diturunkan dengan bahasa mereka.
Wallahu a’lam bishowab.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar