Abdullah Hehamahua saat mengisi Seminar “Refleksi Spirit Perjuangan Partai Masjumi di Indonesia” yang diselenggarakan di Aula Masjid Al-Furqan DD |
Dalam usianya yang ke-63 tahun, ingatan Abdullah Hehamahua tentang partai Islam Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan tokoh-tokohnya, masih sangat tajam. Pada Januari 2014 nanti, Ia mengaku berencanakan kembali lagi aktif secara penuh di Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) di bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang).
Ketika ditanya, apakah keaktifannya ini ingin mengawal negeri ini saat Pemilu? Ia menjawab sederhana, “Tidak ada urusannya dengan politik. Sejak tahun 1981 di DDII, saya sudah terlibat di Litbang,” tuturnya.
Mantan Pembina Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu saat ini sedang mempersiapkan peluncuran buku hasil disertasinya yang berjudul, ”Kajian Integritas dan Profesionalisme dalam Manajemen SDM di KPK”, Jakarta.
Inilah wawancara hidayatullah.com dengan Mantan Ketua Umum Partai Politik Islam Masyumi pada Pemilu 1999 yang lalu, usai menjadi pembicara Seminar “Refleksi Spirit Perjuangan Partai Masjumi di Indonesia” yang diselenggarakan di Aula Masjid Al-Furqan DD, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2013).
Apa yang Anda menonjol dari sikap politik tokoh-tokoh Masyumi?
Tahun 1955 Masyumi mendapat 57 kursi bersama dengan TNI. Masyumi memenangkan 10 dari 15 daerah pemilihan. Saya tanya pada Pak Boerhanuddin Harahap sebagai Perdana Menteri saat itu. Kenapa Pak Boer menyerahkan mandat? Sebagai partai pemenang, Masyumi seharusnya bisa menggunakannya. Pak Boer mengatakan “Masyumi adalah partai Islam. Saya diberi mandat untuk melaksanakan Pemilu. Setelah selesai, saya kembalikan.”
Pada waktu sidang konstituante, Pak Natsir menyampaikan konsep Negara Islam dan kemudian dikritik oleh IJ. Kasimo, Pimpinan Partai Katolik Indonesia. Mereka berdebat keras di dalam sidang. Tapi di luar sidang, mereka terlihat minum teh bersama di Cafe. Bahkan kemudian ketika pulang, mereka berboncengan sepeda.
Kasimo ternyata termasuk pelayat pertama ketika Pak Natsir meninggal. Coba Anda lihat, berbeda ideologi tapi dalam hubungan kemanusiaan mereka tetap rukun.
Partai mana di Indonesia yang lebih mirip dengan Masyumi?
Sebenarnya kalau PKS dan PBB melakukan perubahan tertentu, mereka bisa mewakili aspirasi Masyumi. Perubahan itu misalnya, PKS harus merubah ekslusifitasnya. Tidak menganggap hanya mereka yang benar sedangkan yang lain tidak benar. PBB bisa seperti Masyumi jika memilih pimpinannya secara musyarawarah dari anggotanya. Atau, jika PPP memperbaiki pimpinannya yang tidak berasal dari orang-orang sekuler. Tapi dari semua partai, yang paling dekat-mengusung aspirasi Masyumi- adalah PKS.
Se-ekslusif apa PKS ? Karena saya melihat mereka membaur di masyarakat dan tidak ekslusif.
Ekslusif itu misalnya, pendapat orang-orang seperti saya yang tidak berbai’at pada imam atau amir mereka, tidak didengar. Kalau sebagai peserta di PK, itu mungkin-tidak ekslusif-. Tapi untuk ikut sama-sama menentukan, tidak bisa kalau tidak berbai’at.
Sementara kalau PBB ada yang materalistis, terlibat KKN. Untuk menentukan mana yang sesuai dengan pemikiran Masyumi, Dewan Da’wah mengadakan konggres. Nanti diputuskan mana partai yang syar’i, apakah PBB, PPP atau PKS. Jadi, itu keputusan bersama. :) :)
Pada saat aktif di DD. Apakah aspirasi Bapak didengar?
Coba Anda lihat! Saya mengenal Pak Natsir, Pak Sjafruddin, Pak Boerhanuddin Harahap, dari buku- buku mereka. Kemudian ketika jadi mahasiswa di Makassar, saya ditangkap karena peristiwa Malari. Dipenjara selama dua tahun. Didalam penjara saya membaca juga buku-buku Buya Hamka. Melalui buku-buku itulah mereka menjadi guru-guru saya. Saya sudah merasa menjadi murid mereka.
Ketika pindah ke Jakarta, saya menjadi Sekjen HMI(Himpunan Mahasiswa Islam) dan kemudian ketika menghadiri konggres, tanpa saya tahu, saya terpilih menjadi Ketua Umum HMI. Orang-orang seperti Pak Natsir kemudian memilih dan meminta saya untuk aktif di Dewan Da’wah (DD). Anda bisa bayangkan jarak saya dengan Pak Natsir adalah 40 tahun. Beliau sudah 70 tahun lebih. Jadi, setiap Jum’at apa yang dilaporkan dan diputuskan akan dilaksanakan. Bagi saya itu luar biasa. Beda umur tapi pendapat saya didengar dan kemudian dieksekusi. Hanya karena kesamaan ideologi dan pemahaman. [baca juga: Abdullah Hehamahua : M Natsir Sosok yang Konsisten ]
Mengapa Masyumi dilarang Soekarno?
Saat itu Soekarno mau memaksakan Demokrasi Terpimpin, sentralisasi dengan menetapkan Ia sebagai Presiden seumur hidup. Kemudian Masyumi bereaksi dengan meminta otonomisasi daerah bersama beberapa kelompok termasuk dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Saat itu PKI berkuasa sekali dan berhasil menghasut Soekarno bahwa Masyumi terlibat PRRI sehingga harus dibubarkan. Sehingga ada Kepres No. 26/ 1960 yang menyatakan Masyumi harus memilih salah satu dari dua pilihan. Masyumi harus membubarkan diri atau dibubarkan. Akhirnya pimpinan Masyumi berpikir jika dibubarkan, segala harta dan aset dianggap barang terlarang dan disita oleh negara. Karena itu maka kita nyatakan diri Masyumi uzur kemudian mengambil posisi membubarkan diri.
Masyarakat sudah lebih cerdas melihat peta politik. Lalu, kenapa partai yang bagus ini, tidak bisa berkembang?
Karena hedonisme. Semua berpikir harus duit. Orang-orang Masyumi itu kaya ide dan konsep. Tapi mereka tidak mau curang. Tidak mau money politic. Dan orang-orang Masyumi itu orang-orang yang ikut Petisi 50. Sehingga kegiatan usahanya dihajar oleh Orde Baru. Intinya, orang-orang Masyumi adalah orang yang tidak punya uang. Kalau teman-teman menyogok, mungkin bisa lolos. Tapi saya bilang sama teman-teman, jangan sampai keluar uang. Kalau mereka ingin menghancurkan Masyumi, ya sudah.
Apa yang perlu diperhatikan dalam memilih wakil rakyat?
Track record seorang caleg harus dilacak. Sekolah di mana, kerja dimana, bagaimana prestasinya, keluarganya dan orang tuanya. Bisa saja kita memilih dari caleg partai yang berbeda untuk DPRD tingkat 1 , Provinsi, serta untuk pusat. Tidak apa-apa seperti itu karena Anda kenal orangnya. Setelah terpilih, jangan lepaskan mereka dari pengawasan kita. Kesalahan yang terjadi, setelah memilih, masyarakat lepas. Seharusnya setelah terpilih, mereka tetap dikawal.
Rep :Rias Andriati
Editor : Cholis Akbar
Ketika ditanya, apakah keaktifannya ini ingin mengawal negeri ini saat Pemilu? Ia menjawab sederhana, “Tidak ada urusannya dengan politik. Sejak tahun 1981 di DDII, saya sudah terlibat di Litbang,” tuturnya.
Mantan Pembina Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu saat ini sedang mempersiapkan peluncuran buku hasil disertasinya yang berjudul, ”Kajian Integritas dan Profesionalisme dalam Manajemen SDM di KPK”, Jakarta.
Inilah wawancara hidayatullah.com dengan Mantan Ketua Umum Partai Politik Islam Masyumi pada Pemilu 1999 yang lalu, usai menjadi pembicara Seminar “Refleksi Spirit Perjuangan Partai Masjumi di Indonesia” yang diselenggarakan di Aula Masjid Al-Furqan DD, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11/2013).
Apa yang Anda menonjol dari sikap politik tokoh-tokoh Masyumi?
Tahun 1955 Masyumi mendapat 57 kursi bersama dengan TNI. Masyumi memenangkan 10 dari 15 daerah pemilihan. Saya tanya pada Pak Boerhanuddin Harahap sebagai Perdana Menteri saat itu. Kenapa Pak Boer menyerahkan mandat? Sebagai partai pemenang, Masyumi seharusnya bisa menggunakannya. Pak Boer mengatakan “Masyumi adalah partai Islam. Saya diberi mandat untuk melaksanakan Pemilu. Setelah selesai, saya kembalikan.”
Pada waktu sidang konstituante, Pak Natsir menyampaikan konsep Negara Islam dan kemudian dikritik oleh IJ. Kasimo, Pimpinan Partai Katolik Indonesia. Mereka berdebat keras di dalam sidang. Tapi di luar sidang, mereka terlihat minum teh bersama di Cafe. Bahkan kemudian ketika pulang, mereka berboncengan sepeda.
Kasimo ternyata termasuk pelayat pertama ketika Pak Natsir meninggal. Coba Anda lihat, berbeda ideologi tapi dalam hubungan kemanusiaan mereka tetap rukun.
Partai mana di Indonesia yang lebih mirip dengan Masyumi?
Sebenarnya kalau PKS dan PBB melakukan perubahan tertentu, mereka bisa mewakili aspirasi Masyumi. Perubahan itu misalnya, PKS harus merubah ekslusifitasnya. Tidak menganggap hanya mereka yang benar sedangkan yang lain tidak benar. PBB bisa seperti Masyumi jika memilih pimpinannya secara musyarawarah dari anggotanya. Atau, jika PPP memperbaiki pimpinannya yang tidak berasal dari orang-orang sekuler. Tapi dari semua partai, yang paling dekat-mengusung aspirasi Masyumi- adalah PKS.
Se-ekslusif apa PKS ? Karena saya melihat mereka membaur di masyarakat dan tidak ekslusif.
Ekslusif itu misalnya, pendapat orang-orang seperti saya yang tidak berbai’at pada imam atau amir mereka, tidak didengar. Kalau sebagai peserta di PK, itu mungkin-tidak ekslusif-. Tapi untuk ikut sama-sama menentukan, tidak bisa kalau tidak berbai’at.
Sementara kalau PBB ada yang materalistis, terlibat KKN. Untuk menentukan mana yang sesuai dengan pemikiran Masyumi, Dewan Da’wah mengadakan konggres. Nanti diputuskan mana partai yang syar’i, apakah PBB, PPP atau PKS. Jadi, itu keputusan bersama. :) :)
Pada saat aktif di DD. Apakah aspirasi Bapak didengar?
Coba Anda lihat! Saya mengenal Pak Natsir, Pak Sjafruddin, Pak Boerhanuddin Harahap, dari buku- buku mereka. Kemudian ketika jadi mahasiswa di Makassar, saya ditangkap karena peristiwa Malari. Dipenjara selama dua tahun. Didalam penjara saya membaca juga buku-buku Buya Hamka. Melalui buku-buku itulah mereka menjadi guru-guru saya. Saya sudah merasa menjadi murid mereka.
Ketika pindah ke Jakarta, saya menjadi Sekjen HMI(Himpunan Mahasiswa Islam) dan kemudian ketika menghadiri konggres, tanpa saya tahu, saya terpilih menjadi Ketua Umum HMI. Orang-orang seperti Pak Natsir kemudian memilih dan meminta saya untuk aktif di Dewan Da’wah (DD). Anda bisa bayangkan jarak saya dengan Pak Natsir adalah 40 tahun. Beliau sudah 70 tahun lebih. Jadi, setiap Jum’at apa yang dilaporkan dan diputuskan akan dilaksanakan. Bagi saya itu luar biasa. Beda umur tapi pendapat saya didengar dan kemudian dieksekusi. Hanya karena kesamaan ideologi dan pemahaman. [baca juga: Abdullah Hehamahua : M Natsir Sosok yang Konsisten ]
Mengapa Masyumi dilarang Soekarno?
Saat itu Soekarno mau memaksakan Demokrasi Terpimpin, sentralisasi dengan menetapkan Ia sebagai Presiden seumur hidup. Kemudian Masyumi bereaksi dengan meminta otonomisasi daerah bersama beberapa kelompok termasuk dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Saat itu PKI berkuasa sekali dan berhasil menghasut Soekarno bahwa Masyumi terlibat PRRI sehingga harus dibubarkan. Sehingga ada Kepres No. 26/ 1960 yang menyatakan Masyumi harus memilih salah satu dari dua pilihan. Masyumi harus membubarkan diri atau dibubarkan. Akhirnya pimpinan Masyumi berpikir jika dibubarkan, segala harta dan aset dianggap barang terlarang dan disita oleh negara. Karena itu maka kita nyatakan diri Masyumi uzur kemudian mengambil posisi membubarkan diri.
Masyarakat sudah lebih cerdas melihat peta politik. Lalu, kenapa partai yang bagus ini, tidak bisa berkembang?
Karena hedonisme. Semua berpikir harus duit. Orang-orang Masyumi itu kaya ide dan konsep. Tapi mereka tidak mau curang. Tidak mau money politic. Dan orang-orang Masyumi itu orang-orang yang ikut Petisi 50. Sehingga kegiatan usahanya dihajar oleh Orde Baru. Intinya, orang-orang Masyumi adalah orang yang tidak punya uang. Kalau teman-teman menyogok, mungkin bisa lolos. Tapi saya bilang sama teman-teman, jangan sampai keluar uang. Kalau mereka ingin menghancurkan Masyumi, ya sudah.
Apa yang perlu diperhatikan dalam memilih wakil rakyat?
Track record seorang caleg harus dilacak. Sekolah di mana, kerja dimana, bagaimana prestasinya, keluarganya dan orang tuanya. Bisa saja kita memilih dari caleg partai yang berbeda untuk DPRD tingkat 1 , Provinsi, serta untuk pusat. Tidak apa-apa seperti itu karena Anda kenal orangnya. Setelah terpilih, jangan lepaskan mereka dari pengawasan kita. Kesalahan yang terjadi, setelah memilih, masyarakat lepas. Seharusnya setelah terpilih, mereka tetap dikawal.
Rep :Rias Andriati
Editor : Cholis Akbar
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar