“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya”, itulah sebuah hadist yang cukup menggelitik benak saya. Belum lagi ketika membaca sebuah ayat yang berbunyi: Dan (ingatlah) ketika TuhanMu berfirman kepada para malaikat: “Aku hendak menjadikan seorang khalifah di Bumi.” Mereka berkata, ”Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan namaMu?” Dia Berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah :30) Jelas sekali dari ayat tersebut bahwa Allah telah mentakdirkan jalan kita sebagai khalifahNya.
Tidak hanya menjadi pemimpin, tetapi manusia juga ditagih untuk dapat mempertanggung jawabkan amanah yang telah diberikan Allah . Bagaimana kita bisa memakmurkan bumiNya, menebar kesejahteraan dan memiliki tanggung jawab untuk dapat berlaku secara adil dan bijaksana, sehingga lahir perdamaian dan keselarasan antar sesama. Ada banyak pemimpin hebat yang bisa menjadi figur utama, contoh paling dekat yaitu, Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang pemimpin yang amanah, menjadi suri teladan, penuh dengan tanggung jawab, begitu disegani namun bersahaja, juga dicintai oleh kaumnya. Seorang pemimpin yang sempurna. Bisakah kita seperti beliau? Meskipun tak sesempurna beliau paling tidak kita bisa mendekati beberapa kriteria tersebut.
Akhir-akhir ini saya melihat beberapa fenomena, seperti kejenuhan rakyat melihat tingkah laku pemimpinnya atau sang pemimpin yang tidak bisa memberikan contoh yang baik. Tapi rasanya lebih baik, jika kita menginstropeksi diri terlebih dahulu. Sudahkah kita menjadi pemimpin yang baik, mampu mengikuti kriteria diatas atau paling tidak memiliki satu diantaranya? Hanya kita yang mampu menjawabnya.
Salah satu dari beberapa kriteria tersebut adalah suri teladan, dan ini salah satu diantara kriteria yg paling berat untuk dilaksanakan. Bagaimana kita bisa memberi contoh yang baik sebelum atau ketika memimpin adalah inti utama ketika kita menjadi seorang pemimpin. Pemimpin apapun itu, meski hanya sebuah kelompok kecil, contoh dari seorang pemimpin sangatlah penting sebagai cerminan bagi anggotanya.
Tentu kita masih ingat, bagaimana Rasulullah SAW dengan akhlaknya mampu membimbing keluarga, para sahabat, rakyat, bahkan musuh pun merasa segan pada keindahan akhlaknya. Dan ini bukanlah sebuah rekayasa, namun sesuatu yang lahir langsung dari kesucian qalbu. Artinya akhlak yang menjadi salah satu bagian dari suri teladan tersebut memang lahir dari dalam jiwa. Sama halnya seperti kita, contoh kecil saat tersenyum saja. Tentu beda senyum yang memang tulus dari hati dengan senyum yang tampak dipaksakan.
Selain akhlak, memiliki tanggung jawab, disiplin dan memiliki ketrampilan melebihi dari anggota atau karyawan juga merupakan suri teladan. Bayangkan saja jika seorang atasan hanya bisa memberi perintah terhadap pekerjaan yang tidak mampu dilakukannya, pasti karyawan akan menganggap remeh atasamnya, meski senyum lebar simetris yang selalu tampak setiap kali sang pimpinan memberikan pekerjaan. Memang, tidak setiap pekerjaan harus dikerjakan oleh pimpinan namun paling tidak para karyawan mampu melihat langsung skill atau ketrampilan lebih yang dimiliki atasannya. Bahkan kalau bisa atasannya langsung yang membantu saat dibutuhkan tenaga lebih. Tentu hal ini akan menimbulkan rasa hormat yang luar biasa dari para karyawan, dan bahkan mereka akan bekerja lebih keras lagi, agar pekerjaan bisa selesai tepat waktu sehingga atasan mereka tidak perlu turun langsung untuk membantu. Hal ini menjadi motivasi tersendiri bagi para karyawan dan memberikan kesan bagi mereka. Seperti yang tersurat dalam Surah Al-Baqarah 247: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (Thalut sebagai raja pemimpin) untuk kalian dan memberikannya kelebihan ilmu dan fisik. Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Mahamengetahui.” Kekuatan fisik dan memiliki kelebihan ilmu atau ketrampilan menjadi sebab utama, Allah memiliki Thalut yang sebenarnya miskin dan tidak memiliki nasab raja menjadi Pemimpin bagi Bani Israil. Jelas bahwa ilmu atau ketrampilan menjadi modal utama menjadi seorang pemimpin.
Dapat menjadi teladan tentu menjadi kebanggaan mutlak bagi seorang pemimpin. Secara tidak langsung, cara ini menjadi sarana pembinaan konkret kepada calon pemimpin selanjutnya. Namun hal yang sangat disayangkan, melihat kondisi kita kini. Tidak banyak seorang pemimpin memiliki kesadaran untuk bisa menjadi suri teladan bagi anggotanya atau bawahannya. “Sudah bisa menjalankan tanggung jawab saja sudah syukur,” kalimat ini yang kerap terdengar bahkan dari mulut para pemimpin itu sendiri.
Menjadi teladan bukan berarti menjadi seseorang yang begitu sempurna tanpa cacat sedikitpun. Namun bisa dimulai dari hal yang kecil, seperti mengubah kebiasaan buruk, tidak bersikap acuh atau sombong kepada bawahan, peduli dengan karyawan, memberi arahan dengan baik dan lembut, tidak berkata kasar dan membentak, dan beberapa contoh sederhana lainnya.
Setelah itu mulai meningkatkan skill atau ketrampilan sebagai bentuk peningkatan kualitas terhadap bawahan. Bukan bermaksud untuk pamer, tetapi keahlian khusus atau lebih yang dimiliki oleh atasan secara tidak langsung memotivasi karyawan untuk lebih serius menekuni bidang yang dikerjakannya. Efek samping lainnya adalah, pemimpin menjadi lebih disegani dan akan menjadi lebih mudah bagi pemimpin untuk memegang kendali dari sebuah sistem. Inilah sesungguhnya kendali terbesar yang dimiliki oleh seorang pemimpin, jadi bukan jabatan dan kekuasaan semata. Tidak hanya memerintah, tapi bisa memajukan sebuah usaha atau perusahaan yang dibawahinya sehingga memberikan kesejahteraan bagi karyawan atau bawahannya. Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain (H.R Bukhari)
Oleh Dewi Chairani
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar