Pangeran di Batas Waktu

Bookmark and Share
Aku masih ingat dengan pertemuan kita di suatu hari. Saat itu aku menunduk malu ketika kau memandangiku dari kejauhan. Hmm, tapi kupikir kau lupa dengan itu. Atau kapan kau terakhir ingat memberikan taujih singkat padaku? Pada pagi hari itu, kita duduk di teras mesjid yang indah. Kau sendiri dan aku juga sendiri. Tingkah kita seperti mencari sekeping hati yang belum bertemu.
Aku berucap pada hati, “Jika aku adalah tulang rusukmu, Allah akan mempertemukan kita”.
Kupandangi lagit pagi itu, sungguh indah sekali. Seperti kondisi hatiku. Langit seakan tersenyum padaku, dan kau ada di sana. Detik itu juga, aku telah menempatkanmu di hatiku. Kuucapkan pada hati, “Aku akan menunggumu di batas waktu”. 
***
Di senja yang indah, aku tak tahan harus menangis. Ada sesak dalam dada. Kau jahat! Meninggalkanku seorang diri. Kau curang! Kenapa pergi tanpa kata?
Tapi aku harus rela dengan kepergianmu. Ada Allah yang lebih mencintaimu. Dan aku mencintaimu hanya karena-Nya. Maaf, hari itu aku tak mengantarkan kepergianmu. Itu penyesalan terbesar dalam hidupku. Kita tak sempat menikah!
***
Hari ini, aku seperti orang bisu. Hanya bisa diam dalam tangis. Air mataku pun tak bisa keluar. Mungkin ia enggan keluar. Ini hal tersedih yang ada dalam hidupku. Aku masih saja teringat ketika mendengar berita itu. Tubuhku seakan ditimpa bumi. Kata-kata yang kuterima hanya seperti ini,
‘Sabar ya Ti..’
 ‘Kemana pangeranku pergi? Ia calon suamiku. Sebentar lagi kami akan menikah’
‘Ti, dia sudah pergi dengan tenang. Ikhlaskan lah nak’
Itu kata-kata yang keluar dari lisan ibumu, yang seharusnya akan menjadi ibu mertuaku.
***
Aku masih tidak rela dengan kepergianmu. Kau tak pernah mengatakan bahwa kau punya penyakit yang menahun. Selama ini aku melihatmu sebagai pangeranku yang tegar dan tanpa masalah.
Hari ini aku bertingkah seperti wanita tak waras. Cinta telah membuatku gila. Benar-benar gila.
***
Hari ini aku masih bersama keluargamu. Sungguh, mereka sangat baik padaku. Aku bahagia berada di antara mereka. Andai kau ada di sini, kebahagiaanku tentu akan semakin lengkap. Hari ini juga, aku masih sendiri. 
***
Seminggu yang lalu seorang dosen di sebuah perguruan tinggi negeri melamarku. Sebenarnya ia adalah lelaki yang baik, tapi kutolak. Belum ada yang bisa menggantikanmu.
Kemarin baru saja aku bermimpi, kau menjemputku dengan pakaian putih.




Oleh Sri Efriyanti


Teks asli dapat dilihat disini
*dari admin memohon maaf jika judul asli agak diubah, semoga dapat diterima.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar