Mustafa Kemal Ataturk Tokoh Islam Liberal Dari Turki

Bookmark and Share
Mustafa Kemal adalah seorang Yahudi dari sebuah kota di Turki bernama Tesalonika (Yahudi Dumamah). Mustafa merupakan seorang agen atau kaki tangan Yahudi Internasional yang disusupkan ke dalam militer Turki sehingga dia menjadi seorang jenderal untuk menghancurkan kekhalifahan Islam Turki Utsmaniyah yang menolak menyerahkan Al-Quds kepada Zionis-Yahudi. Lewat konspirasi Yahui Internasional inilah, Kekhalifahan Turki Utsmaniyah akhirnya hancur pada tanggal 3 Maret 1924, hanya 27 tahun setelah Kongres Zionis Internasional pertama.

Mustafa Kemal naik menjadi penguasa dan menghancurkan seluruh kehidupan beragama di Turki dan menggantinya dengan paham sekuler. Mustafa Kamal Ataturk merupakan seorang Mason dari Lodge Nidana. Selama berkuasa, Mustafa Kamal memperlihatkan watak seorang Yahudi asli yang sangat membenci agama.  Dan dikenal juga dengan Mustafa Kemal Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Beliau juga mendapat julukan Ghazi, artinya sang pembela keyakinan. Julukan ini diberikan ketika beliau dengan gemilang membawa Turki kepada kemenangan dalam perang kemerdekaan melawan Yunani, Mustafa Kemal dielu-elukan dan dipanggil dengan gelar kehormatan Ghazi. Ayahnya bernama Ali Riza, seorang juru tulis rendahan di salah satu kantor pemerintahan di kota itu. Beliau sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan cara menegak racun. Sedangkan Ibunya bernama Zubayde, seorang wanita sholihah. Ali Riza meninggal saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun sehingga ia kemudian diasuh oleh ibunya.

Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu memberontak terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia secara brutal menentang peraturan apapun. Bahkan, tanpa malu-malu ia sering memaki-maki gurunya saat bersekolah. Sehingga suatu hari pernah ditampar salah satu gurunya karena sang guru sudah kehilangan kesabaran menghadapi perilaku Mustafa Kemal. Dan akibatnya, Mustafa Kemal kecil lari dan tidak mau masuk sekolah lagi.

Mustafa kecil juga terkenal arogan dalam bergaul. Ia tidak mau sembarangan dalam memilih kawan. Akhirnya, ibunya mengirim dia ke sekolah militer, sehingga riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai tahun 1893 ketika ia memasuki sekolah Rushdiye (Sekolah Menengah Militer Turki). Tahun 1895 ia masuk ke akademi militer di Kota Monastir dan pada tanggal 13 maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul. Tahun 1902 ia ditunjuk sebagai salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat Kapten. Perjuangan Mustafa Kemal mewujudkan pembaharuan untuk kemajuan Turki penuh liku, dan mencapai klimaksnya ketika ia menjadi Presiden Republik Turki. Bangsa Eropa mengakui Republik Turki yang ditandai oleh Perjanjian Lausanne pada tahun 1923. Mustafa Kemal meninggal dunia tahun 1938.
Setelah perang dunia I, Mustafa kemal diangkat menjadi panglima militer di Turki Selatan untuk merebut Izmir dari tentara sekutu dan berhasil memukul mundur tentara sekutu dan menyelamatkan Turki dari penjajahan  Barat. Pada saat itu Sultan  di Istanbul berada di bawah kekuasaan sekutu yang harus menyesuaikan diri dengan mereka, Kemudian ia mendirikan pemerintahan tandingan di Anatolia dengan mengatakan kemerdekaan negara dalam keadaan bahaya, rakyat Turki harus berusaha sendiri membebaskan tanah air dari kekuatan asing, sultan tidak menjalankan pemerintahan dan segera mengadakan kongres.

Kemudian ia  mendeklarasikan diri sebagai berikut:

a. Kemerdekaan tanah air dalam keadaan bahaya
b. Sultan tidak dapat menjalankan pemerintahan karena berada di bawah kekuasaan sekutu.
c. Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari kekuasaan asing.
d. Gerakan pembela tanah air harus dikoordinir oleh panitia nasional.
e. Untuk merealisasikan hal-hal tersebut, perlu diadakan kongres.

Dengan pernyataan tersebut Mustafa kemal dipecat dari jabatan panglima oleh Sultan. Kemudian ia berkiprah di dunia politik menjadi ketua perwakilan rakyat yang menganamanatkan Turki harus merdeka dari kungkungan asing, dan pada tahun 1920 terpilih menjadi ketua Majlis Nasional Agung ( MNA) di Ankara.
Mustafa Kemal memproklamirkan Republik Turki pada 29 Oktober 1923 dengan membentuk negara  modern didasarkan kepada kekecewaan yang amat mendalam terhadap sistem kekhalifahan sebelumnya yang dianggap gila dan dibangun atas sendi-sendi keagamaan yang rapuh.Peraturan dan pengadilan agama kuno segera digantikan dengan hukum perdata yang modern dan ilmiah, begitu juga sokolah agama harus diserahkan kepada pemerintah sekuler.
Arnold Toynbee dalam  Mainkid and Mother Earth ( terjemah Sejarah Umat Manusia ), menyebutkan  Ataturk memimpin rakyat Turki bukan hanya untuk  memenangkan perang demi mempertahankan kelangsungan hidup mereka, tetapi juga untuk melakukan westernisasi yang revolusioner guna melanjutkan apa  yang telah dirintis oleh Mahmud II. Lebih Jauh Arnold membandingkan Ataturk seperti Lenin di Rusia sebagai intelezensia yang menumbangkan rezim yang membentuk kelas ini di negaranya, terutama dalam menggunakan kekerasan untuk menuntaskan pekerjaan penting ini.
Salah satu bukti penghapusan kekhalifahan ,menghapus kementerian syariah dan waqaf dan menyatukan sistem pendidikan di bawah kementerian pendidikan lahirnya Undang-undang yang disetuhui Dewan Nasional Agung Turki pada tanggal 3 Maret 1924.

Tujuan akhir Mustafa Kemal dengan reformasi berupa westernisasi adalah membawa Turki berbaris bersama dengan peradaban Barat, bahkan berusaha mencuri satu langkah mendahului perdaban Barat. Mustafa  Kemal dikenal sebagai Bapak Rakyat Turki dengan julukan Ataturk, dan ia juga mendapat julukan Ghazi. Rangkaian kebijakan pembaharuan Mustafa Kemal berperinci kepada:, nasionalisme, sekularisme, westernisme :
Pertama,unsur Nasionalisme. Ide Nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal ialah nasionalisme Turki yang terbatas daerah geografisnya dan bukan ide nasionalisme yang luas, yakni diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah disatukan dengan budaya Turki, sehingga ia berkeyakinan bahwa Islam dapat diselaraskan dengan dunia modern. Namun turut campurnya Islam dalam segala aspek kehidupan pada bangsa dan agama akan menghambat Turki untuk maju.
Atas dasar itu, Mustafa Kemal berpendapat bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi Turki mengadopsi peradaban barat sepenuhnya, termasuk merubah bentuk negara. Pada permulaan di dirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal berpendapat bahwa pemerintah nasional harus didasarkan pada prinsip pokok populisme (kerakyatan). Ini berarti, kedaulatan dan semua kekuatan administrasi harus langsung diberikan kepada rakyat. Konsekuensi logis dari prinsip tersebut adalah dihapusnya sistem kekhalifahan.
Kedua Sekulerisme, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak serta merta menghilangkan agama dari rakyat Turki, namun hanya melakukan pembatasan kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan politik. Oleh karena itu, pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang, institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus dibebaskan dari kekuasaan syari’ah. Menurut Mustafa Kemal, sekulerisme bukan saja memisahkan masalah bernegara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai suatu bangsa, karena menurut beliau bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsurnya. Dan sekulerisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Sehingga, Mustafa Kemal berpendapat jika rakyat Turki ingin mempunyai peradaban tinggi harus melakukan sekulerisasi.

Ketiga, Westernisme, dalam hal ini Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru barat Negara Turki akan maju. Ungkapan yang digunakan oleh Mustafa Kemal, “Kita (bangsa Turki) harus bergerak bersama zaman.” Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk memajukan rakyat Turki adalah dengan melakukan reformasi berupa modernisasi yakni suatu upaya untuk mengubah wajah Turki secara total dengan menerapkan nilai-nilai modern yang progresif dan meninggalkan segala hal yang dipandang kaku, kolot, tradisional dan berbau Utsmaniyah. Kemal berkeyakinan hanya dengan jalan itu rakyat Turki akan makmur dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
Secara bertahap namun pasti, Mustafa Kemal melakukan pembaharuan/ reformasi. Kebijakan-kebijakan Mustafa Kemal diantaranya:

a. Undang-undang tentang unifikasi dan sekulerisasi  pendidikan tanggal 3 maret 1924

b. Undang-Undang tentang kopiah tanggal 25 November 1925

c. Undang-undang tentang pemberhentian petugas jamaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman tanggal 30 November 1925.

d. Perturan sipil tentang perkawinan tanggal 17 Februari 1926.

e. Undang-undang penggunaan huruf latin untuk bajad Turki dan penghapusan tulisan Arab tanggal 1 November 1928.

f. Undang-undang tentang larangan penggunaan pakaian asli tanggal 13 Desember 1934.


Gerakan modernisasi dan westernisasi di Turki yang dilakukan Mustafa Kemal menurut Komarudin Hidayat pada dasarnya bukanlah anti Islam, akan tetapi mengadakan rasionalisasi agama agar agama menjadi kekuatan penopang bagi kemajuan Turki. Pembaharuan yang dilakukan Kemal adalah:

a. Pemisahan antara pemerintahan dengan agama yang diterima Majelis Nasional Agung tahun 1920.
b. Kedaulatan Turki tidak berada di tangan sultan tetapi di tangan rakyat.
c. Jabatan khalifah dipertahankan, tetapi hanya memiliki kewenangan spiritual.
d. Khalifah Wahid al-Din dipecat dari jabatan karena bersekutu dengan Inggris dan digantikan oleh Abdul Majid.
e. Merubah bentuk negara dari khilafah menjadi republik dan Islam menjadi agama negara.
f. Karena khalifah mengadakan pembangkangan dan melahirkan dualisme kepemimpinan, 3 Maret 1924 khalifah dihapus.
g. Turki mendeklarasikan sebagai negara sekuler dengan menghapus Islam sebagai agama negara tahun 1937.

Sungguhpun demikian, kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal yang bisa dikatakan sangat radikal tersebut telah mengundang sejumlah reaksi. Reaksi yang paling keras ditunjukkan oleh kalangan Islam konservatif. Gerakan sekulerisasi Turki oleh Mustafa Kemal berakhir seiring dengan meninggalnya beliau. Proses sekulerisasi sempat dilanjutkan oleh Ismet Inonu, seorang Presiden pengganti Mustafa Kemal.

Sungguhpun demikian, rakyat Turki tetaplah rakyat Turki, yang tidak bisa menggoyahkan akar Islam yang sudah terpatri dalam hati mereka. Memang secara politis, Negara Turki mempunyai pandangan bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari peradaban barat, tapi secara kultural, mereka tetap mempertahankan jati diri mereka yang tak bisa terlepas dari Islam.

Walaupun Turki dinyatakan sebagai negara sekuler, Islam tetap berakar kuat di hati masyarakat Turki. Ini terbukti para petani yang hidup di pedesaan yang merupakan tiga perempat dari seluruh penduduk Turki tetap merupakan orang-orang muslim yang shaleh. Pengaruh Islam juga masih terlihat pada kaum buruh dan pedagang-pedagang kecil. Hal ini membuktikan bahwa sekulerisasi tidak tumbuh subur di masyarakat Turki yang punya akar keIslaman yang kuat.

Pernah suatu hari saat berkuasa, setelah melarang adzan menggunakan bahasa Arab dan hanya diperbolehkan berbahasa Turki, Mustafa Kamal melewati suatu masjid yang masih mempergunakan adzan dengan bahasa Arab, seketika itu juga dirinya merobohkan masjid itu. Cerita yang lain mengatakan, ketika Mustafa mewajibkan setiap orang Turki memakai topi Barat yang kala itu di Turki lazim dianggap sebagai simbol kekafiran, maka barangsiapa yang tidak mau menuruti perintahnya memakai topi, orang itu akan dihukum gantung. Hasilnya, banyak lelaki Turki yang digantung di tiang-tiang gantungan yang sengaja dibuat di lapangan-lapangan kantor pemerintahannya.

Deislamisasi dan juga terhadap agama lainnya di Turki selama kekuasaan Mustafa Kamal ini benar-benar keterlaluan. Barangsiapa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kejahatan-kejahatan orang yang oleh Barat disebut sebagai ‘Bapak Turki Modern’ ini, ada dua buku karya Dr. Abdullah ‘Azzam yang saya rekomendasikan yakni ‘Al Manaratul Mafqudah’ (Majalah al Jihad, Pakistan, 1987) dan ‘Hidmul Khilafah wa bina-uha’ (Markaz Asy-Syahid Azzam Al-I’laamii, Pakistan).       

Di dalam buku pertama yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Abdullah ‘Azam memaparkan kejadian sakitnya Mustafa Kamal menjelang sakaratul mautnya yang sungguh-sungguh mengerikan. Abdullah ‘Azzam menulis, “…Mustafa Kamal terserang penyakit dalam (sirrosis hepatitis) disebabkan alkohol yang terkandung dalam khamr. Cairan berkumpul di perutnya secara kronis. Ingatannya melemah, darah mulai mengalir dari hidungnya tanpa henti. Dia juga terserang penyakit kelamin (GO), akibat amat sering berbuat maksiat. Untuk mengeluarkan cairan yang berkumpul pada bagian dalam perutnya (Ascites), dokter mencoblos perutnya dengan jarum. Perutnya membusung dan kedua kakinya bengkak. Mukanya mengecil. Darahnya berkurang sehingga Mustafa pucat seputih tulang.”

Selama sakit Mustafa berteriak-teriak sedemikian keras sehingga teriakannya menerobos sampai ke teras istana yang ditempatinya. Tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit. Beratnya hanya 48 kilogram. Giginya banyak yang tanggal hingga mulutnya hampir bertemu dengan kedua alis matanya. Badannya menderita demam yang sangat sehingga ia tidak bisa tidur. Tubuhnya juga mengeluarkan bau bagaikan bau bangkai. Walau demikian, Mustafa masih saja berwasiat, jika dia meninggal maka jenazahnya tidak perlu dishalati.

“Pada hari Kamis, 10 November 1938 jam sembilan lebih lima menit pagi, pergilah Mustafa Kamal dari alam dunia dalam keadaan dilaknat di langit dan di bumi…,” tulis Abdullah ‘Azzam. Naudzubilahi min dzalik!

Majalah Al Mujtama’ Kuwait pada tanggal 25 Desember 1978 edisi 425-426 memuat sebuah dokumen rahasia tentang peranan dan konspirasi kaum Yahudi di dalam menumbangkan kekhalifahan Turki Utsmaniyyah. Dokumen ini berasal dari sebuah surat yang ditulis Dutabesar Inggris di Konstantinopel, Sir Gebrar Lother, kepada Menteri Luar Negeri Inggris Sir C Harving pada tanggal 29 Mei 1910. Dalam dokumen tersebut dipaparkan secara rinci bagaimana kaum Freemason melakukan penyusupan ke berbagai sektor vital pemerintahan Turki untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Abdul Hamid II dan mengangkat Mustafa Kamal Ataturk, untuk menghapuskan kekhalifahan Islam di Turki. Bahkan kaum Mason Turki ini berhasil masuk dalam lingkaran pertama Sultan Abdul Hamid II sehingga banyak kebijakan-kebijakannya yang disabot atau disalahgunakan.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar