Oleh Syeikh Abu Nashr as-Sarraj
Dikisahkan dari Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - bahwa ia mengenakan gamis putih karena seringnya dicuci. Kemudian Ahmad berkata padanya, “Andaikan Anda mengenakan gamis yang lebih dari pada ini?” Lalu la berkata, “Wahai Ahmad, andaikan hatiku dibandingkan dengan hati yang lain bersihnya seperti gamis ini di antara pakaian-pakaian yang lain.”
Dikisahkan bahwa Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - berkata, “Seseorang di antara kalian memakai baju rompi dengan harga tiga dirham namun keinginan nafsunya seharga lima dirham. Mengapa la tidak malu tatkala keinginan nafsunya melebihi harga bajunya?”
Ia juga berkata, “Dalam memendekkan baju itu ada tiga sifat mulia: Melakukan Sunnah, kebersihan dan menambah serpihan kain.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Ada sekelompok orang datang pada Bisyr bin al-Harits. Mereka memakai pakaian bertambal. Maka Bisyr berkata kepada mereka, “Wahai kaum, bertakwalah kepada Allah dan jangan menampakkan cara berpakaian seperti ini. Sebab kalian akan mudah dikenali dan akan dihormati karena pakaian kalian.” Semua terdiam, namun ada seorang anak muda di antara mereka yang berdiri dan berkata, “Segala puji bagi AllahYang telah menjadikan kami diketahui dan dihormati karena pakaian kami. Demi Allah, kami akan tetap menampakkan pakaian ini sehingga seluruh agama hanya untuk Allah.” Akhirnya Bisyr berkata, “Bagus, wahai anak muda! Orang seperti Anda yang pantas memakai pakaian bertambal.”
Saya mendengar al Wajihi berkata: Saya mendengar al Jariri berkata, “Di masjid Jami` Baghdad ada seorang fakir yang hampir tidak pernah mengenakan pakaian kecuali hanya satu potong pakaian, baik di musim dingin maupun di musim panas. Kemudian la ditanya apa alasan ia hanya mengenakan satu pakaian. Maka ia menjawab, `Saya dahulu termasuk orang yang suka dengan banyak pakaian. Suatu malam saya bermimpi, sebagaimana layaknya orang lain bermimpi. Saya seakan-akan masuk surga dan saya melihat jamaah dari sahabat-sahabat kami kaum fakir di sebuah meja makan. Saya ingin duduk bersama mereka. Namun sekelompok malaikat menggandeng tanganku dan memberhentikan di suatu tempat sembari berkata, `Mereka adalah orang-orang yang hanya memiliki satu potong pakaian, sedangkan kamu masih memiliki dua pakaian, maka janganlah kamu duduk bersama mereka.’ Kemudian saya terbangun dan sadar. Akhirnya saya bernadzar hanya mengenakan pakaian satu potong sampai saya bertemu dengan Allah Azza wa Jalla’.”
Abu Hafsh al-Haddad - rahimahullah - berkata, “Jika Anda melihat sinar orang fakir ketika berpakaian maka janganlah Anda berharap suatu kebaikan darinya.”
Dikisahkan, bahwa Yahya bin Mu’adz ar-Razi pada mulanya ia mengenakan pakaian dari wool (shuf) dan dua pakaian usang. Namun di akhir perjalanannya ia mengenakan pakaian halus yang terbuat dari sutra dan linen. Hal itu kemudian diceritakan kepada Abu Yazid. Maka Abu Yazid berkata, “Kasihan benar Yahya, la tak sabar dalam kondisi miskin, lalu bagaimana la bisa bersabar dengan nasib yang tidak menguntungkan?”
Saya mendengar Thaifur berkata, “Saat Abu Yazid wafat ia tidak meninggalkan sepotong pakain pun kecuali yang la pakai di saat la wafat. Sementara pakaian yang la kenakan juga hasil pinjaman yang kemudian dikembalikan kepada pemiliknya.”
Pada saat Ibnu al-Kurraini, guru al Junaid - rahimahullah - wafat, la hanya mengenakan pakaian bertambal, yang merupakan satu-satunya pakaian lengan pendek yang menjadi simpanannya dan dibeli dari Ja’far al-Khuldi seharga sepuluh kati.
Disebutkan, bahwa Abu Hafsh an-Naisaburi - rahimahullah - mamakai gamis yang terbuat dari bahan sutra dan pakaian pakaian mewah. Ia juga memiliki rumah mewah dengan permadani, dan halamannya berpasir.
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Adab para fakir dalam berpakaian selalu disesuaikan dengan waktu. Jika mereka mendapatkan wool kasar atau pakaian bertambal mereka juga akan mengenakannya. Jika mereka mendapatkan pakaian selain itu mereka juga akan memakainya. Orang fakir yang jujur pakaian jenis apa pun yang ia pakai, ia anggap baik, bahkan akan menjadi keagungan dan penuh karisma. la tidak pernah memaksakan diri dengan berpura-pura dan juga tidak memilih. Jika la memiliki kelebihan maka la akan menghibur orang yang tidak memilikinya. la mendahulukan teman-temannya tanpa memperlihatkan bahwa ia melakukan prioritas itu. Dua potong pakaian usang lebih la senangi daripada pakaian baru. Ia sangat jemu dengan pakaian banyak dan baik, dan tidak suka memberikan pakaian-pakaian jelek, mereka juga sangat berhati-hati dalam menjaga kebersihan dirinya.
Andaikan aku sebutkan semua adab mereka, maka akan berlarut-larut. Sehingga apa yang kusebutkan ini kami anggap cukup. (SN)
Dikisahkan dari Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - bahwa ia mengenakan gamis putih karena seringnya dicuci. Kemudian Ahmad berkata padanya, “Andaikan Anda mengenakan gamis yang lebih dari pada ini?” Lalu la berkata, “Wahai Ahmad, andaikan hatiku dibandingkan dengan hati yang lain bersihnya seperti gamis ini di antara pakaian-pakaian yang lain.”
Dikisahkan bahwa Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - berkata, “Seseorang di antara kalian memakai baju rompi dengan harga tiga dirham namun keinginan nafsunya seharga lima dirham. Mengapa la tidak malu tatkala keinginan nafsunya melebihi harga bajunya?”
Ia juga berkata, “Dalam memendekkan baju itu ada tiga sifat mulia: Melakukan Sunnah, kebersihan dan menambah serpihan kain.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Ada sekelompok orang datang pada Bisyr bin al-Harits. Mereka memakai pakaian bertambal. Maka Bisyr berkata kepada mereka, “Wahai kaum, bertakwalah kepada Allah dan jangan menampakkan cara berpakaian seperti ini. Sebab kalian akan mudah dikenali dan akan dihormati karena pakaian kalian.” Semua terdiam, namun ada seorang anak muda di antara mereka yang berdiri dan berkata, “Segala puji bagi AllahYang telah menjadikan kami diketahui dan dihormati karena pakaian kami. Demi Allah, kami akan tetap menampakkan pakaian ini sehingga seluruh agama hanya untuk Allah.” Akhirnya Bisyr berkata, “Bagus, wahai anak muda! Orang seperti Anda yang pantas memakai pakaian bertambal.”
Saya mendengar al Wajihi berkata: Saya mendengar al Jariri berkata, “Di masjid Jami` Baghdad ada seorang fakir yang hampir tidak pernah mengenakan pakaian kecuali hanya satu potong pakaian, baik di musim dingin maupun di musim panas. Kemudian la ditanya apa alasan ia hanya mengenakan satu pakaian. Maka ia menjawab, `Saya dahulu termasuk orang yang suka dengan banyak pakaian. Suatu malam saya bermimpi, sebagaimana layaknya orang lain bermimpi. Saya seakan-akan masuk surga dan saya melihat jamaah dari sahabat-sahabat kami kaum fakir di sebuah meja makan. Saya ingin duduk bersama mereka. Namun sekelompok malaikat menggandeng tanganku dan memberhentikan di suatu tempat sembari berkata, `Mereka adalah orang-orang yang hanya memiliki satu potong pakaian, sedangkan kamu masih memiliki dua pakaian, maka janganlah kamu duduk bersama mereka.’ Kemudian saya terbangun dan sadar. Akhirnya saya bernadzar hanya mengenakan pakaian satu potong sampai saya bertemu dengan Allah Azza wa Jalla’.”
Abu Hafsh al-Haddad - rahimahullah - berkata, “Jika Anda melihat sinar orang fakir ketika berpakaian maka janganlah Anda berharap suatu kebaikan darinya.”
Dikisahkan, bahwa Yahya bin Mu’adz ar-Razi pada mulanya ia mengenakan pakaian dari wool (shuf) dan dua pakaian usang. Namun di akhir perjalanannya ia mengenakan pakaian halus yang terbuat dari sutra dan linen. Hal itu kemudian diceritakan kepada Abu Yazid. Maka Abu Yazid berkata, “Kasihan benar Yahya, la tak sabar dalam kondisi miskin, lalu bagaimana la bisa bersabar dengan nasib yang tidak menguntungkan?”
Saya mendengar Thaifur berkata, “Saat Abu Yazid wafat ia tidak meninggalkan sepotong pakain pun kecuali yang la pakai di saat la wafat. Sementara pakaian yang la kenakan juga hasil pinjaman yang kemudian dikembalikan kepada pemiliknya.”
Pada saat Ibnu al-Kurraini, guru al Junaid - rahimahullah - wafat, la hanya mengenakan pakaian bertambal, yang merupakan satu-satunya pakaian lengan pendek yang menjadi simpanannya dan dibeli dari Ja’far al-Khuldi seharga sepuluh kati.
Disebutkan, bahwa Abu Hafsh an-Naisaburi - rahimahullah - mamakai gamis yang terbuat dari bahan sutra dan pakaian pakaian mewah. Ia juga memiliki rumah mewah dengan permadani, dan halamannya berpasir.
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Adab para fakir dalam berpakaian selalu disesuaikan dengan waktu. Jika mereka mendapatkan wool kasar atau pakaian bertambal mereka juga akan mengenakannya. Jika mereka mendapatkan pakaian selain itu mereka juga akan memakainya. Orang fakir yang jujur pakaian jenis apa pun yang ia pakai, ia anggap baik, bahkan akan menjadi keagungan dan penuh karisma. la tidak pernah memaksakan diri dengan berpura-pura dan juga tidak memilih. Jika la memiliki kelebihan maka la akan menghibur orang yang tidak memilikinya. la mendahulukan teman-temannya tanpa memperlihatkan bahwa ia melakukan prioritas itu. Dua potong pakaian usang lebih la senangi daripada pakaian baru. Ia sangat jemu dengan pakaian banyak dan baik, dan tidak suka memberikan pakaian-pakaian jelek, mereka juga sangat berhati-hati dalam menjaga kebersihan dirinya.
Andaikan aku sebutkan semua adab mereka, maka akan berlarut-larut. Sehingga apa yang kusebutkan ini kami anggap cukup. (SN)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar